Refleksi: Pejalan Kaki

Trotoar yang merupakan hak para pejalan kaki seringkali  telah beralih fungsi, dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk kepentingannya, mulai dari pedagang kaki lima sampai pengendara sepeda motor.  

Pemanfaatan trotoar oleh para pengendara sepeda motor menjadi bukti disiplin berkendara yang rendah. Kalau pemanfaatan oleh pedagang kaki lima, merupakan hal lain lagi, ini menyangkut ketegasan aparat. Yang jelas kita melihat hak-hak pejalan kaki terabaikan. Berjalan kaki di pinggir jalanan (di kota-kota besar kita, seperti Jakarta) menghadapi banyak resiko, disamping ketidaknyamanan. Tapi banyak orang menganggap bukan hanya ketidaknyaman dan resiko kecelakaan, namun seringkali juga “kurang dianggap”.

Pejalan kaki menjadi kehilangan hak-haknya. Aktifitas ini memang di Indonesia kurang popular, mungkin juga karena faktor cuaca tropis yang kurang mendukung, panas, basah berkeringat, badan berpotensi bau keringat, apalagi kurang didukung oleh prasarana dan sarana yang memadai. Ditambah kualitas udara yang buruk karena polusi udara. Satu lagi, ada kecenderungan masyarakat menjaga kulitnya,  supaya tidak terlalu sering terekspos panas matahari, konon  supaya kulit tidak hitam.

Di luar negeri  (terutama di negara-negara sub tropis) berjalan kaki menjadi budaya. Semua orang terbiasa berjalan kaki. Trotoar bersih, tanpa gangguan pengendara bermotor. Berjalan kaki  nyaman, karena juga ada keberpihakan kepada hak-hak para pejalan kaki.    

Ada baiknya juga menengok Kota idaman bagi pejalan kaki di tetangga kita, seperti  Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, dimana pengendara bermotor atau pengendara mobil bersikap  ramah terhadap para pejalan kaki. Pejalan kaki mau menyeberang umumnya para pengemudi akan menghentikan mobil atau motornya, bahkan jika menyeberang bukan di tempatnya (zebra cross) sekalipun. Penghormatan kepada para pejalan kaki ditunjukkan di jalan raya. Apa  yang terjadi di Bandar Seri Begawan bisa menjadi  menjadi teladan bagi para pengendara kita.

Bagaimanapun berjalan kaki itu menyehatkan. Pakar kesehatan selalu menyarankan untuk berjalan kaki. Cara sehat yang mudah dan murah. Jadi perlu ditumbuhkan budaya jalan kaki di negara kita. Memang nampaknya berjalan kaki kurang mendapat tempat terhormat di negara kita. Disamping karena faktor panas matahari, bisa jadi berjalan kaki sering dianggap “kere”, kurang keren, bisa dianggap tidak punya cukup uang. Padahal berjalan kaki itu menyehatkan, efisien, budaya bagus yang perlu didukung, dibiasakan dan digalakkan.  Perlu merubah paradigma kita mengenai berjalan kaki. Berjalan kaki itu enak  dan menyenangkan.

Oleh karena itu, aktifitas  berjalan kaki perlu dukungan pemerintah dan semua unsur masyarakat. Terus dilakukan sosialisai pentingnya jalan kaki  untuk kesehatan dan tentunya ini budaya baik bagi  masyarakat, supaya badan bergerak terus, mengingat kecenderungan masyarakat perkotaan yang kurang banyak bergerak. Pemerintah perlu juga memberikan perhatian terhadap ketersediaan sarana dan prasarana dan infrastruktur lainnya, seperti perbaikan trotoar dan fasilitas jalan khusus untuk pejalan kaki, disamping penegakkan hukum, serta menciptakan atmosfir ramah bagi para pejalan kaki.

Aam Bastaman: Dari Universitas Trilogi, Jakarta. Anggota Tim Kerja Lembaga Produktifitas Nasional (LPN).

Aam Bastaman.jpg
Aam BastamanComment