Refleksi: Ada Apa dengan Amerika?
Sebenarnya saya ingin menyingkat judul di atas dengan: AADA, mengikuti sebuah judul film yang populer di kalangan anak-anak muda: Ada Apa dengan Cinta (AADC). Mungkin anda akan bergumam: Ada-ada saja.
Kembali ke pokok masalah, kemunculan Donald Trump yang kontroversial sebagai presiden Amerika Serikat yang ke 45 menimbulkan beragam sikap masyarakat dunia, diantaranya berupa kecaman, dukungan, kekhawatiraan, kebencian, termasuk keanehan dan rasa heran: Kok orang “aneh” seperti itu bisa menjadi presiden sebuah negara adi daya ya? Namun segala hal kini dimungkinkan, nothing is impossible, termasuk kemunculan seorang presiden yang dianggap “aneh dan asing” macam Trump ini.
Trump jelas-jelas telah memporakporandakan tatanan lama Amerika sebagai tanah impian, tanah harapan bagi kaum pendatang, negara demokrasi dengan keunggulan sebegai negara yang memiliki kebebasan bagi warga negaranya, polisi dunia, penjaga moralitas dunia (yang meskipun sering juga memiliki standar ganda, alias mendua sesuai kepentingannya); tapi diakui sebelum era Trump minat Amerika dalam urusan dunia sangatlah besar, seolah-olah semua urusan dunia menjadi urusan Amerika.
Kini Trump yang seorang proteksionis, dengan mengusung misi America First – menjalankan kebijakan yang jarang ditemui diera presiden – presiden Amerika sebelumnya: Imigrasi dan perbatasan diawasi ketat, orang masuk ke Amerika dicek dan diseleksi, dengan lantang mau membatasi masuknya orang-orang Muslim ke Amerika, perdagangan harus menguntungkan Amerika, jika tidak maka harus ada proteksi. Kerja sama regional kalau tidak menguntungkan Amerika dihentikan. Perjanjian perubahan iklim diabaikan. Bahkan ia tak percaya dengan gejala perubahan iklim dunia yang mengkhawatirkan, meski Amerika sering dilanda bencana alam yang diduga dampak dari perubahan iklim.
Tidak kalah kontroversialnya kebijakan luar negerinya yang mengakui Jerusalem sebagai ibukota Israel. Kebijakan ini memicu Timur Tengah memanas kembali. Selanjutnya, mengangkat kembali hubungan permusuhan dengan Iran, dengan membatalkan secara sepihak kesepakatan nuklir dengan Iran dan memberlakukan embargo secara ketat; menantang Cina perang dagang, bahkan dengan sekutu Amerika di Eropa, seperti Inggris dan Perancispun sempat menjadi kurang dekat. Ketidakbersahabatan Trump dengan sekutunya di Eropa menimbulkan reaksi Perdana Menteri Perancis yang masih sangat muda: Macron. Masih ingat pidato Macron yang mengatakan Perancis siap menghadapi persaingan dengan negara manapun, termasuk Amerika. Namun Trump relatif lunak dengan Korea Utara, dengan memberikan sikap optimistis bahwa Korea Utara bisa diajak bekerja sama, meski Korea Utara masih menunjukkan sikap membandel. Padahal dua kali pertemuan antara Trump dan Kim Jong Un, pemimpun Korea Utara sudah dilakukan.
Masyarakat Amerikapun terbelah. Banyak orang Amerika yang malu memiliki presiden macam Trump ini, tapi apa daya dia sudah terpilih. Tapi pendukungnya ada juga, dan menganggap Trump akan mampu menyelesaikan masalah.
Jejak rekamnya sebagai pengusaha sebenarnya sangat sukses. Ia sukses membangun dan menjalankan bisnisnya dan sustain. Ia telah membuktikan dalam dunia bisnis ia termasuk sang piawai, ia telah mengatasi berbagai turbulensi ekonomi, sempat terpuruk, tapi bisnisnya kembali berkibar dan berjaya. Tapi orang Amerika semula banyak yang mentertawakan waktu ia berminat maju sebagai calon presiden Amerika. Banyak kalangan melihat sebagai pengusaha nyentrik dan kontroversial ia kurang layak menjadi presiden Amerika. Apalagi kehidupan pribadinya yang juga kontroversial, dari laporan media ia diketahui melakukan beberapa affair dan pesta pora yang kurang pantas dengan banyak wanita, sehingga ia dianggap bukan tipikal politisi yang sesuai dengan standar moral Amerika. Tapi nyatanya – ia terpilih.
Amerika masih akan terus menghangat, Trump sendiri dibayang-bayangi pemeriksaan kasus kampanyenya yang diduga melibatkan peran Russia, pesaing Amerika nomor satu secara politik. Demokrat sedang berjuang keras membuktikan Trump bersalah telah menggunakan tangan Russia untuk urusan dalam negeri Amerika.
Diperkirakan ke depan kontroversi Trump masih akan terus berlanjut, dunia akan ramai dengan lelucon, cerita, pembicaraan sampai gosip mengenai langkah dan kebijakan Presiden Trump. Banyak kalangan melihat kemungkinan akan terjadinya impeachment. Tapi masa akhir jabatannya sebenarnya tinggal satu tahun lagi dan ia sudah siap-siap untuk berlaga kembali pada pemilihan presiden untuk bisa menjadi presiden selama dua periode. Bagaimana akhir babak drama Trump? kita lihat saja. Hanya saja kekhawatiran mengenai kepemimpinan Amerika terus menjadi sorotan, mengingat seringkali masa depan bisa ditentukan oleh hanya satu dua orang pemimpin yang punya pengaruh besar, apalagi pemimpin yang bisa menguasai dunia, salah pilih bisa menjadi petaka, karena bisa mempengaruhi stabilitas dunia.
Kini dunia diambang panas kembali dengan perseteruan militer pemerintahan Trump melawan Iran, dan perseturuan perdagangan dengan Cina. Jadi meski ini urusan rakyat Amerika, masyarakat dunia banyak berharap rakyat Amerika untuk lebih pintar (smart) dan arif dalam memilih pemimpinnya ke depan. Sekali lagi meskipun masa depan Amerika ada di tangan rakyat Amerika sendiri, namun masyarakat dunia dapat terkena imbasnya.
Aam Bastaman: Akademisi di Universitas Trilogi, Jakarta. Anggota Tim Kerja Lembaga Produktifitas Nasional (LPN).