Tantangan Kualitas Angkatan Kerja di Era Bonus Demografi

Besarnya jumlah angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 127 juta penduduk atau hampir 50% dari jumlah penduduk Indonesia harus menjadi perhatian bersama (Pokja LPN, 2018). Kondisi ini menjadikan Pemerintah harus menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas dan terampil untuk meningkatkan produktifitas dan daya saing. Tantangan terberat adalah sebagian terbesar dari angkatan kerja hanya berpendidikan sampai dengan Sekolah Dasar (40.69%).

Salah satu strategi untuk menyiapkan tenaga kerja berkualitas dan terampil adalah melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi. Peningkatan Kualitas pendidikan vokasi bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri (DUDI), sehingga tidak terjadi mismatch antara lulusan pendidikan dan pelatihan vokasi dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri. Pendidikan vokasi tidak bisa lepas dari dinamika dan perkembangan dunia industri, karena pendidikan vokasi diharapkan menjadi kontributor dalam pemenuhan kebutuhan tenaga kerja dunia industri, meski lulusan vokasi perlu didorong juga untuk masuk ke dunia kewirausahaan. 

Indonesia mengalami tantangan dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) Antara lain karena sebagian besar angkatan kerja tidak mencapai tingkat pendidikan tinggi (hanya 9.4%) dan masih didominasi Pendidikan sekolah dasar. Oleh karena itu pengembangan ketrampilan angkatan kerja Perlu dilakukan untuk membuat perekonomian nasional lebih produktif dan berdaya saing. Kondisi ini yang menjadikan peran Pendidikan SMK, Pendidikan vokasi dan Balai Latihan Kerja (BLK) semakin penting.

     Profil Pendidikan Tenaga Kerja dari 124 Juta penduduk yang bekerja, sebagai berikut:

•      Pendidikan SD   : 40.69%

•      Pendidikan SMP: 18,09%

•      Pendidikan SMA: 18.01%

•      Pendidikan SMK: 11.03%

•      Pendidikan Universitas: 9,4%

     Jumlah Tenaga Kerja Indonesia terus meningkat, namun berdasarkan data pada tahun 2017, penduduk bekerja di Indonesia yang tidak/belum pernah sekolah atau sudah menamatkan pendidikan sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) adalah sebesar 42.13 persen. Tenaga kerja dengan Pendidikan tinggi hanya 9.4 %, selebihnya 90.6% berpendidikan SMA/SMK ke bawah (Kemnaker, 2017); Pokja LPN, 2018).

 Bonus Demografi

Bonus demografi dicirikan oleh struktur penduduk, dimana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) melebihi jumlah penduduk usia non produktif, 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas. Bonus demografi merupakan peluang bagi perekonomian suatu negara, dengan syarat harus dimanfaatkan dengan persiapan SDM unggul di usia produktif tersebut.

Berdasarkan data dari Kemnaker (2017) dan Pokja LPN (2018), pada tahun 2017, bonus demografi di Indonesia sudah terlihat nyata, ditunjukan dengan piramida penduduk yang didominasi oleh usia 15-64 tahun. Bonus demografi ini harus diiringi oleh peningkatan Kualitas Pendidikan vokasi, untuk membuat angkatan kerja produktif memiliki kecakapan yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Sehingga bonus demografi menjadi berkah, dan bukan sebaliknya bencana. Pemanfaatan bonus demografi sangat penting untuk memaksimalkan kontribusi terhadap kemajuan pereonomian nasional, untuk itu upaya peningkatan Kualitas SDM menjadi kunci utama. Kegagalan dalam upaya peningkatan kualitas SDM pada periode bonus demografi justru akan menjadi beban dan masalah perekonomian nasional.

(Bagian dari makalah yang disampaikan dalam rangka Ulang Tahun Yayasan Tenaga Kerja Indonesia

(YTKI) Tahun 2018).

*Aam Bastaman: Dosen Universitas Trilogi, Jakarta. Anggota Tim Kerja Lembaga Produktifitas Nasional/LPN.

Aam Bastaman[1].png
Aam BastamanComment