Traveler Tic Talk: Brunei Darussalam

Ke Brunei? Seorang teman mengernyitkan alisnya. Apa yang mau dilihat di sana? Ngapain di sana? Pertanyaan yang menyuarakan keheranan. Saya jawab ingin sesuau yang baru, yang beda, kebetulan juga belum pernah menginjakkan kaki di Negeri Brunei Darussalam. Saya percaya setiap tempat ada kekhasan dan keunikannya tersendiri yang bisa memberikan pengalaman yang berbeda.

        Brunei merupakan negara Kesultanan kaya yang kecil, wilayahnya hanya 5.765 Kilometer persegi, terletak di bagian utara pulau Kalimantan, dengan penduduk hanya sekitar atau bahkan kurang dari 500,000 jiwa, sebagian penduduknya merupakan pendatang dari Indonesia, Malaysia, Bangladesh, Suku Rohingya (Myanmar Muslim) dan India, yang bekerja di berbagai pekerjaan dan profesi, mulai dari petugas keamanan, pekerja bangunan, penjual makanan, pelayan restoran, sampai juru masak dan pembantu rumah tangga. Jangan heran kalau banyak supir bus merupakan para pendatang, atau kondektur bus yang banyak wanita, berasal dari Indonesia.

        Memasuki wilayah Bandar Seri Begawan Ibukota Brunei Darussalam memang terasa sekali bedanya dengan Ibukota Jakarta yang besar, megah, kosmopolitan, sibuk,  ramai dan hiruk pikuk. Bandar Seri Begawan sepi, sunyi,tapi bersih dan rapih. Sewaktu keluar dari Bandara tidak banyak orang, untung layanan pariwisatanya  bagus, ada pusat informasi turisme di Bandara, sampai saya dibantu mengontak hotel, kebetulan ada fasilitas penjemputan. Yang salut di jalanan Bandar Seri Begawan adalah penghormatan para pengendara terhadap para pejalan kaki. Jika melihat ada orang yang mau menyeberang jalan dipastikan pengendara mobil berhenti, memberi kesempatan pejalan kaki menyeberang.

        Apa yang bisa dilihat di Brunei? Di brosur atau saat browsing disebutkan jangan tidak melihat Kampong Ayer, kampung tradisional Brunei yang berdiri di atas air, tepatnya sungai, pinggir sungai. Selanjutnya mesjid Omar Ali Saefuddien yang megah, dan kalau mau tahu sejarah Kesultanan Brunei dan benda-benda peninggalan Sultan terdahulu, maka pergilah mengunjungi Royal Regalia Museum. Di tempat itu  ditemukan juga beberapa cendera mata pemberian dari para pemimpin asing, tersimpan rapi di dalam musium. Jarak antara Kampong Ayer, Mesjid Omar Ali Saefuddien dan Musium Royal Regalia tidak terlalu jauh, saling berdekatan, jadi bisa dilakukan dengan jalan kaki, kalau badan lagi prima bisa jalan kurang dari 30 menit. Kampong Ayer dan Mesjid Omar Ali Saeffuddien dipisahkan oleh sungai, tapi ada jembatan penghubung yang megah bagi pejalan kaki.

        Agak jauh sedikit dari pusat kota terdapat Tasek Lama Recreational Park, bisa naik bus, ongkosnya B$ 1. Sekitar 15 menit. Sekalai lagi para sopir dan kondektur bus banyak orang Indonesia. Tidak banyak hal menarik di tempat ini kecuali ada air terjun kecil dan tempat hiking yang cukup rindang dan bersih, area ini merupakan kawasan hutan lindung. Sekaligus tempat rekreasi keluarga, karena terdapat juga tempat bermain anak-anak.

       Jika mau belanja bisa masuk ke salah satu mal yang ada, salah satunya adalah the Mall, tentu tidak semegah di Jakarta. Tapi dekat mal tersebut ada pasar untuk membeli oleh-oleh. Malam hari di dekat mal bisa mengunjungi Gadong night market, tempat kuliner lokal, menyajikan banyak makanan lokal, termasuk makanan laut segar.

        Tidak banyak yang bisa dilihat, tapi Brunei tentap unik dengan segala kesunyiannya, padahal Sultannya merupakan salah seorang dari orang terkaya di dunia, karena minyak yang melimpah. Konon, dari cerita bisik-bisik, Sultan penggemar otomotif, banyak kabar burung Sultan Hasalan Bolkiah (yang sudah bertahta selama lebih dari 51 tahun) mengoleksi lebih dari 5000 mobil mewah. Sulit membayangkan bagaimana memakainya, bisa jadi banyak koleksi yang tidak pernah dipakai sama sekali, selain dipajang. Sayang saya tidak bisa menemukan tempatnya. Meskipun negara kaya, dan Sultannya kaya, namun tidak nampak pembangunan besar-besaran seperti di Jakarta.

        Saya mendapat kesan masyarakat Brunei sangat mencintai Sultannya. Setiap mengatakan nama Sultan (Hasanal Bolkiah) saya dapat merasakan nada hormat dan kecintaan dari orang-orang Brunei, meskipun saya juga mendengar hal-hal yang kurang sedap dari masyarakat luar Brunei.  Setiap perayaan iedul fitri Sultan selalu membuka diri kepada masyarakat, dengan membuka open house untuk bersalaman dan silaturahmi di istananya yang sangat mewah (konon istana terbesar di dunia). Beberapa bagian interior istana dan kubahnya bahkan berlapis emas. Masyarakat dapat makan minum di istana Sultan yang sangat megah ini. Saya harus balik lagi saat iedul fitri nih…

       Penduduk Brunei meupakan rumpun bangsa Melayu, berbahasa Melayu, meskipun bahasa Inggris banyak digunakan juga, maklum bekas jajahan Inggris. Pengaruh Islam kuat sekali, selain tulisan Arab banyak digunakan, banyak juga nama –nama orang Brunei menggunakan nama Arab. Bahkan setiap hari jumat tidak diperbolehkan ada transaksi perdagangan, kantor dan toko-toko tutup menjelang dan saat shalat jumat. Mayoritas bangsa Brunei adalah Muslim dan Kesultanan Brunei menerapkan syariat Islam.  Karena kekayaannya dan kemakmurannya Brunei banyak menarik pekerja asing, seperti yang sudah saya sampaikan sebagian dari penduduk Brunei adalah pendatang asing, termasuk banyak kondektur bus wanita asal Indonesia…

 

*Aam Bastaman@Universitas Trilogi, Jakarta. Penyuka perjalanan.

 

 

blob
Aam BastamanComment