Bleberan Jadi Desa Wisata Berpendapatan Miliaran Rupiah

Bleberan.jpg

Dari Laporan minggu lalu, Ketua Tim Pakar Menteri Desa PDTT Haryono Suyono mencatat bahwa setelah gempa 11 tahun silam, Desa Bleberan berjarak 45 dari Kota Yogyakarta, kehilangan sejumlah mata air. Sebagian sumur tidak lagi menjadi sumber air. Warga harus membeli dari mobil tangki. Pada 2007, Pemerintah Desa Bleberan membentuk unit usaha Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang pengelolaan air dan menyalurkan air ke seluruh desa Bleberan.

Desa Bleberan terletak di Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Dengan bantuan sejumlah lembaga, Desa Bleberan berhasil menyedot sumber mata air Jambe disalurkan ke bak penampung air disalurkan ke rumah warga. Untuk setiap kubik air, warga membayar Rp 3.000, yang jauh lebih murah dibanding membeli air melalui tangki swasta.

 

Upaya itu membuahkan hasil nyata, Desa Bleberan tidak pernah kekurangan air. Pasokan air selalu ada sepanjang tahun, bahkan saat kondisi kemarau panjang. Warga tinggal membuka keran yang terpasang di masing-masing rumah dan sudah bisa menikmati air. Unit Pengelolaan Air Bersih (PAB) dengan tujuh orang pengelola mencakup pekerjaan besar. Ada yang mengurusi pencatatan penggunaan air setiap pelanggan, layanan pembayaran, manajemen, pelayanan sambungan baru, perawatan jaringan, hingga teknisi mesin.

 

Unit PAB mengalami peningkatan yang bai, pada 2014, unit menyumbang pendapatan desa 49 juta rupiah. Pada 2015 hasil keuntungan yang diserahkan pihak desa melejit mencapai 71 juta rupiah, pada 2016, mampu menyumbang sebanyak 86 juta rupiah sebagai pendapatan desa. Usaha pengelolaan air merupakan sebagian kecil dari usaha BUMDesa Bleberan. Mereka mengelola dua objek wisata unggulan, yakni air terjun Sri Getuk dan Goa Rancang Kencana. Setiap pekan, lebih dari 2.000 orang mengunjungi lokasi pelesiran itu.

 

Jumlah karyawan bumdes sebanyak 12 orang, karyawan simpan pinjam 3 orang, dan karyawan pengelolaan air 6 orang. Adapun karyawan kawasan wisata 90 orang, pemberdayaan masyarakat/warung sebanyak 60 orang, ada 10 kelompok pemilik mobil. Ada pula home stay milik 30 orang dan 6 kelompok kuliner. Pada 2015, pendapatan bumdes mencapai Rp 2,1 miliar dan setahun kemudian naik menjadi Rp 2,2 miliar. Pendapatan kotor ini nantinya akan dipilah dalam beberapa sub, mulai dari pendapatan asli desa, pengembangan potensi, gaji karyawan bumdes, pendidikan dan pelatihan, dana sosial dan religi.

 

Untuk pertanggungan jawab, Bumdes menggelar rapat setiap tahun sebagai pertanggungan jawab seluruh kegiatan unit usaha. Dalam bidang dana sosial, keuntungan BUMDes disisihkan membangun rumah layak bagi warga kurang mampu dan membantu dusun yang belum memiliki potensi mengembangkan dusunnya.

Haryono SuyonoComment