Refleksi: Jika Tidak Bisa Berlari Maka Jangan Diam
Minggu pagi, bersama istri belanja di pasar Kota Modern, Tangerang, biasa juga disebut pasar modern, mungkin karena tidak becek dan relatif nyaman, karena semua barang yang dijajagan laksana pasar tradisional ditata cukup apik dalam sebuah bangunan besar. Tapi juga kebetulan letaknya di perumahan kota Modern, Tangerang.
Selain dijual sayuran, buah-buahan, daging, ikan, dan aneka makanan mentah untuk dimasak, termasuk beras, gula, garam, dan rempah-rempah, juga ada banyak kedai bubur ayam, soto Bogor, lontong sayur, mie ayam, termasuk warung Sunda Kuningan, dengan makanan dapurnya.
Di kedai soto Bogor mata saya tertancap pada tulisan dalam Bahasa Sunda di bagian atas kedai: “Lamun teu bisa lumpat ulah cicing”, atau kira-kira artinya: Kalau tidak bisa berlari maka jangan diam.” Saya terperangah, bagaimana di sebuah kedai sederhana yang menjual soto Bogor terdapat falsafah hidup yang begitu tinggi. Saya jadi teringat masa-masa awal perjuangan selepas lulus S1 di Bandung, dan mengadu nasib ke Jakarta. Saat banyak halangan atau tantangan, kemudian jatuh- bangun, prinsip yang diajarkan orang tua salah satunya jangan berhenti untuk terus melangkah, jangan diam. Kalau bisa berlari sangat baik, namun jika tidak, teruslah bergerak, berupaya, persis seperti tulisan berbahasa Sunda di atas. Dalam Bahasa Inggris barangkali kata yang tepat adalah: move, move, move.
Kadang filosofi hidup jaman baheula selalu bisa diterapkan dalam masa kekinian. Ini yang perlu diajarkan pula ke anak-anak, untuk terus bergerak, jangan diam. Konon tubuh manusia diciptakan untuk selalu bergerak. Itu pula modal, yang menetapkan filosofi bergerak, jangan diam. Kehidupan bersifat dinamis, langkah pertama dalam dinamika kehidupan adalah bergerak. Bukan saja bergerak untuk mengejar impian, atau mengejar harapan, sampai menjemput peluang, bergerak juga membuat tubuh sehat.
Tulisan itu mengajarkan saat menghadapi kesulitan, maka jangan diam, bergeraklah terus (berusaha/berupaya). Hanya dengan itu maka tujuan bisa sangat mungkin tercapai. Tapi kalau diam tidak akan mendapatkan apa-apa.
Saya jadi teringat tulisan yang saya temukan di kamar anak lelaki saya: “Pemenang itu memang pernah kalah, tapi pemenang itu tidak pernah menyerah”, dalam tulisan tangan dan ditempel di dinding kamar. Maknanya bangkit lagi, mencoba lagi, itulah kuncinya. Tidak diam, apalagi hanya meratapi. Jadi, sekali lagi jangan diam.
Jalan-jalan belanja hari minggu, ternyata menemukan tulisan yang memiliki makna dalam, sekaligus mengingatkan. dan bisa saya ceritakan untuk berbagi (sharing). Semoga bermanfaat.
Aam Bastaman. Editor Senior Gemari.id