Radio DFm 103.4 meraih penghargaan Talk Show terbaik 2019

WhatsApp Image 2019-11-22 at 11.42.46 PM.jpeg

Melalui perjuangan panjang yang gigih dan siaran yang selalu menjaga mutu, akhirnya Radio DFm 103.4 di Jakarta diakui oleh KPID DKI Jakarta mendapatkan Awards 2019 atau penghargaan kategori “Talklk Show” terbaik. Penghargaan ini mengingatkan para pengasuh bahwa beberapa puluh tahun yang lalu Radio DFm 103.4 yang didirikan atas petunjuk Ibu Tien Soeharto tidak ada yang mengurus dan hampir mati. Oleh sisa-sisa pengurusnya, beberapa peralatan yang masih bisa dipergunakan diserahkan kepada Ibu La Rose, sekarang almarhum, untuk “dihidupkan” kembali sebagai media siaran untuk keperluan sosial kemasyarakatan. Setelah itu, almarhum La Rose bekerja sendirian, sehingga sifat siarannya “on and off” karena keterbatasan dana apabila ada alat-alat yang mengalami kerusakan. La Rose harus lari ke sana ke mari mencari “donor” atau “perorangan yang baik hatii” untuk membeli alat pengganti atau memperbaiki alat yang tidak berfungsi. Pada umumnya usahanya berhasil baik karena acara siaran radio yang dikumandangkan memiliki tujuan luhur pemberdayaan para ibu dan keluarga tertinggal mengikuti pelatihan ketrampilan yang dibawakan sambil menyanyi atau memaparkan acara “talk show” dengan topik berganti-ganti untuk kepentingan kaum ibu dan anak muda yang menarik seperti cara membuat kue, cara mempercantik diri dan lainnya.

DFM.jpg

Tetapi karena siaran radio pada awal tahun 2000-an itu makin diganti dengan siaran televisi dengan jumlah stasiun yang makin banyak, acara La Rose tidak mendatangkan dana untuk memelihara kehidupan radionya. Pada suatu hari La Rose datang ke Yayasan Damandiri yang dipimpin oleh Haryono Suyono untuk mengajak kerja sama alias meminta bantuan agar acara siaran Radio DFm itu bisa berlangsung lebih lestari. Karena tujuannya untuk keluarga miskin dan anak muda yang ingin berprestasi, Haryono Suyono memberikan bantuan sekedarnya. Dengan bantuan kecil itu kehidupan Radio DFm tidak bisa berlangsung maksimal. Maka pada suatu hari La Rose angkat tangan dan menyerahkan pengelolaan radio itu serta seluruh kekayaannya kepada Pak Haryono Suyono. Dan selanjutnya Pak Haryono memutuskan bahwa radio itu dikelola resmi oleh Yayasan Damandiri. Karena sejarahnya berasal dari Ibu Tien Soeharto, maka kemudian hari setelah manajemen radio diperbaiki dan berjalan lancar, Ibu Tutut diajak ikut serta menjadi pengelola radio yang dari rongsokan telah diperbaiki menjadi radio yang megah dan mempunyai pendengar dari seluruh Indonesia.

Sejak diserahkan kepada Yayasan Damandiri maka radio itu memiliki acara “Talk Show” utama hampir setiap hari. Karena program Yayasan pada waktu itu bermitra dengan tidak kurang dari 450 Perguruan Tinggi Negeri dan swasta, maka pada setiap hari Senin Pak Haryono selalu menyapa dan mengadakan pembicaraan dengan salah satu atau dua orang Rektor yang berasal dari seluruh Indonesia. Bersama Rektor sahabat yayasan Damandiri dibahas tentang kegiatan perguruan tinggi mitra dalam kuliah kerja nyata atau kegiatan kemasyarakatan, termasuk penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dari perguruan tinggi tersebut yang dianggap pantas disampaikan kepada khalayak ramai.

Pada setiap hari Selasa pagi, Dr. Mohammad Soedarmadi, mantan Sesmenko Kesra dan Taskin, yang pada waktu itu adalah salah satu petugas inti Yayasan selalu mengadakan dialog dengan Bupati atau pegawai utama suatu Kabupaten yang memiliki kepedulian dalam pemberdayaan keluarga di desa yang akhirnya terakumulasi dalam bentuk Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya). Dalam dialog itu dibahas rencana suatu perguruan tinggi untuk mengadakan KKN di Kabupaten yang bersangkutan sehingga pemerintah Kabupaten bisa ikut membantu dan memeriahkan kegiatan KKN Perguruan Tinggi tersebut.

Pada hari Rabu pagi, Dr. Mazwar Noerdin mantan Sestama BKKBN, setelah pensiun di ajak menjadi pejabat teras Yayasan Damandiri, melakukan bahasan yang menarik tentang pembentukan dan tugas utama dari lembaga Posdaya, yaitu lembaga tempat berkumpulnya keluarga desa dalam penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan dan kegiatan gotong royong sesama keluarga di suatu kampung atau desa. Kegiatan ini bukan merupakan “kuliah teori” tetapi digali dari setiap warga melalui dialog jarak jauh berupa interview santai penuh ceria dan kelakar sehingga menarik untuk didengarkan melalui radio.

Acara lain diisi dengan pembahasan agak sirius dari sesepuh Damandiri Bapak Drs. Soenarto, dulu pejabat yang sangat dekat dengan Pak Harto, sebagai salah satu sesepuh Yayasan Damandiri yang mengisi acara berkisar pengalaman ibu dan pejabat yang di interview dalam mengelola bisnis, koperasi atau usaha bersama di desa. Acara pak Narto itu sangat kalem dan digemari oleh para pendengarnya. Di samping itu ada acara spontan interview khusus dengan para tamu Yayasan yang hampir setiap hari datang dari seluruh Indonesia. Para pejabat daerah, termasuk Bupati atau pejabat Perguruan Tinggi, para Rektor dan Pejabat PLLPM datang konsultasi atau membahas rencana program di desa atau di beberapa kabupaten yang menjadi tujuan Kuliah Kerja Nyata Perguruan Tinggi mereka.

WhatsApp Image 2019-11-22 at 9.17.43 PM.jpeg

Sejak Prof. Dr. Haryono Suyono berhenti sebagai Ketua Yayasan Damandiri, acara Radio itu berubah karena Yayasan tidak lagi aktif ikut membantu kegiatan KKN mahasiswa ke desa dan kegiatan itu diambil alih bersama oleh BKKBN dan Kementerian Desa PDTT serta perguruan tinggi masing-masing. Tetapi kegiatan dialog oleh DFm diteruskan oleh Pengurus Baru yang dipimpin oleh ibu Dewi dengan pasukannya mas Hari, bang Randi, pak Murpi, Indah, Mita, Dede, Reza, Ivan, Priyo, Bowo dan penanggung jawab iklan mbak Yeni dan kawan lain yang kegiatannya luar biasa. Di samping itu ada penyiar setia bersuara merdu Stella, Toni Nugroho, Andre Yahya dan Ical Kage.

Sejak tidak diasuh langsung oleh Ketua Yayasan Damandiri Radio itu mencari jati dirinya dan arah yang paling disenangi pendengarnya dalam hiruk pikuk munculnya banyak Televisi dan media sosial yang marak dan bisa berfungsi kadang-kadang sama atau mengalahkan kecepatan Radio dalam membawa berita atau hiburan kepada rakyat. Tagline yang terakhir adalah “Terminal Dangdut Orang Jakarta” yang ternyata menarik banyak sekali pendengar tetapi belum berhasil menarik iklan seperti di jaman awal tahun 2000 atau jauh hari sebelumnya.

Namun mas Hari dan kawan-kawannya, di samping membawakan lagu-lagu Dangdut yang sanggup menggoyang rakyat di kampung-kampung dan sering mendatangkan rombongan yang membanjiri studio ingin melihat “studio kecil yang makin mengecil”, tetap mengundang dialog melalui Radio dengan pendengar setianya. Biarpun para penggemar sering datang hanya melihat studio DFm, kalau beruntung bisa ketemu bintang kesayangannya yang datang ke studio memberikan apresiasi kepada karyawan yang bolak balik melakukan switch alat-alat studio melakukan siaran langsung atau memutar kaset lagu-lagu yang setia melakukan tugasnya memberi penjelasan atau menghibur penggemarnya. Selamat untuk Radio DFm dan pengasuhnya yang setia dengan penghargaan yang pantas di terimanya.

Haryono SuyonoComment