Manajemen: ‘Dress Code @Work’

Tahun 1996 saya mengunjungi Amerika Serikat (kunjungan pertama), ke Kantor Pusat perusahaan tempat saya bekerja di Michigan, untuk orientasi dan rapat kerja, sekaligus mendampingi mitra distributor dari Tanah Air yang mendapat kesempatan berkunjung ke Kantor Pusat perusahaan.

Saya masih ingat  gaya pakaian para pegawai di kantor pusat, sangat formal, jas dan dasi. Apa mungkin karena sewaktu saya berkunjung sedang musim dingin, bersalju pula. Jadi wajar kalau memakai  jas, tapi memang jas formal, jas kantor, meskipun  seringkali dibalut lagi  dengan coat, jas yang lebih tebal  untuk musim dingin.

Di dalam negeri, terutama di kantor saya waktu itu, pegawai setingkat koordinator, officer  atau supervisor ke atas, mengenakan dasi, Senior Manajer/Direktur dan Direktur Utama  sering pake jas. Tapi memang saat ada pertemuan besar dengan para distributor kita semua dijajaran manajemen pakai  pakaian formal - jas dan dasi, kecuali hari jumat, ke kantor dengan pakaian yang lebih kasual. Tapi kalau ada acara besar seperti pertemuan dengan para distributor papan atas, apalagi  di  hotel, maka hari jumat pun  berdasi dan ber  jas.

Sekarang, setelah sekian lama meninggalkan perusahaan, dan alih profesi, ternyata banyak perubahan juga mengenai dress code para pegawai ini. Lebih kasual, lebih informal. Dasi banyak yang menanggalkan, jadi kemeja formal tanpa dasi. Persis seperti yang sering dikenakan  Presiden Jokowi, bedanya Pak Jokowi dominan pake  kemeja putih.

Saat ikut suatu konferensi di Iran, saya amati para peserta dan pegawai tuan rumah umumnya memakai jas, mungkin karena musim masih lumayan dingin, musim peralihat dari musim dingin ke panas. Tapi saya amati juga umumnya pria di Iran (untuk mengontraskan dengan Amerika Serikat) tidak memakai dasi. Para pemuka ulama memang mengenakan pakaian khas mereka, tapi non-ulama umumnya ber-jas, tanpa  dasi.

Dari  tadi saya bercerita mengenai pakaian pria, bagaimana dengan wanita? Di Amerika  saya  lihat waktu itu  pakaian wanita di Amerika sangat formal juga, demikian pula  di Jakarta. Wanita memiliki banyak pilihan berpakaian, namun juga seringkali menjadi lebih rumit. Mode yang berkembang seringkali mempengaruhi gaya berpakaian wanita.   Di Iran,  juga demikian, namun banyak wanita Iran berpakaian modis  ditutupi oleh  pakaian hitam yang menutupi seluruh badan. Sebagian membiarkan pakaian  modisnya kelihatan. Di Iran  tidak semua  wanita berhijab, tapi karena ketentuan pemerintah wanita Iran harus mengenakan penutup rambut, maka banyak wanita Iran yang hanya mengenakan semacam kerudung di Tanah Air,  seperti yang sering dikenakan oleh Ibu Sinta Abdurrahman Wahid. Yang penting bagi mereka ada penutup rambut. Sehingga rambut bagian  depannya seringkali dibiarkan terbuka,  kadang kelihatan juga leher, meskipun tidak terlalu terbuka.

Kembali ke Tanah Air,  mungkin karena faktor cuaca, jas formal sebenarnya jarang diipakai, tapi  para eksekutif Jepang dan Korea yang bekerja di Jakarta rata-rata  menyukai  jas  dan dasi, dengan pakaian formal untuk bekerja, meski cuaca di  Jakarta cukup  panas, paling tidak di kantor mereka dingin.

Itu dulu, sekarang pakaian formal bisa lebih sederhana, bahkan untuk acara-acara resmi tertentu cukup pakai batik. Rupanya polularitas  batik di Tanah air sangat tinggi, dibandingkan di Malaysia, misalnya. Kini dress code  di  setiap organisasi ataupun perusahaan beragam, tapi  pakaian  kasual lebih menjadi pilihan,  dengan alternatif  pakaian  formalnya batik.

Di kantor tempat bekerja  sekarang, ada ketentuan, yang saya kira boleh juga: Senin pakai  pakaian kemeja  putih, atau nuansa putih tangan panjang bagi laki-laki, dan pakaian wanita formal putih  untuk wanita.  Bagi pria dasi opsional, tapi umumnya tidak lagi  mengenakan dasi, kecuali di acara khusus, seperti upacara 17 Agustus,  atau ada tamu penting. Hari Selasa  pakaian bebas, tapi sopan, jadi bisa batik, atau kemeja lengan pendek, pokoknya asal kemeja. Pakaian yang sopan formal berlaku untuk  wanita juga tentu saja. Beda dengan dulu, sekarang wanita Muslim umumnya  berhijab, meski tidak semua. Hijab telah menambah semarak gaya pekaian wanita di Tanah Air.

Rabu pakaian batik, hari batik  dalam satu minggu, ya Rabu. Sedangkan Kamis baju formal  biru, tangan panjang, berlaku juga untuk para pegawai  wanitanya, baik dosen maupun tenaga kependidikan. Maklum di organisasi  universitas. Kemudian, Jumat, seperti umumnya tren dimana-mana – kasual. Di beberapa kantor Jumat justru berbatik. Meskipun banyak  juga yang memakai batik lengan pendek atau bahkan baju koko.

Dress code di kantor-kantor nampaknya berubah dengan signifikan, pak Jokowi bagaimanapun memberikan pengaruh kepada bagaimana masyarakat berpakaian kerja, yang harus dikenakan.  Tidak seperti presiden-presiden sebelumnya, terutama pak SBY (kecuali Gus Dur, yang juga sering dengan gaya pakaiannya yang khas), pak Jokowi jarang mengenakan dasi, terkesan pakaiannya ringkas dan simpel. dengan lengan digulung. Tidak necis  ataupun glamour.

Setiap saya lewat di salah satu kementerian (kebetulan kantornya berseberangan),  saya lihat gaya Jokowi dengan pakaian putihnya dikenakan di hari Senin,paling tidak beberapa hari. Hanya jumat yang agak berbeda.

Namun tidak  dipungkiri  keberadaan perusahaan-perusahaan IT atau perusahaan-perusahaan start up yang dibangun anak-anak muda, dengan gaya pakaian kasual juga mempengaruhi gaya pakaian di kantor-kantor lain pada umumnya. Ingat bagaimana Mark  Zuckerberg, pendiri Facebook berpakaian? Ya, seringkali hanya mengenakan kaos berwarna biru dan celana jeans.  Juga para pengusaha  muda bidang IT lainnya. Sehingga sedikit banyak mempengaruhi gaya pakaian di kantor terutama  bagi generasi  millennial, yang menginginkan pakaian yang lebih informal, ringkas,  nyantai,  tapi produktif dalam bekerja.

Kantor-kator  nampaknya sekarang  lebih banyak memberikan toleransi namun dalam batas kesopanan kepada para pegawainya, dalam bagaimana mereka berpakaian di tempat kerja. Yang penting kinerjanya, kan?

Aam Bastaman. Senior Editor Gemari.id

Aam Bastaman.jpg
Aam BastamanComment