Gen Z Potensi Besar atau Bom Waktu Bonus Demografi ?

H Lalu Tjuck Sudarmadi

GEMARI.ID-JAKARTA. Indonesia sedang berada dalam momentum penting sejarah demografi. Generasi Z—yakni mereka yang lahir antara 1997–2012—kini menjadi kelompok terbesar kedua dalam piramida penduduk. Berdasarkan Sensus Penduduk 2020 dari BPS, jumlah Gen Z mencapai sekitar 74,93 juta jiwa atau 27,94 persen dari total populasi Indonesia. Angka ini menjadikan Gen Z sebagai kekuatan sosial, ekonomi, sekaligus politik yang tidak bisa diabaikan.

Namun, besarnya jumlah belum tentu otomatis menjadi kekuatan pembangunan. Data BPS pada Agustus 2023 mencatat sekitar 22,25 persen Gen Z usia 15–24 tahun (±9,9 juta orang) masuk kategori NEET (not in education, employment, or training). Selain itu, terdapat 3,55 juta Gen Z usia 15–24 tahun yang menganggur. Fakta ini menunjukkan bahwa potensi bonus demografi bisa berubah menjadi “beban demografi” jika tidak segera dikelola.

Karakter Gen Z

Berbeda dengan generasi sebelumnya, Gen Z tumbuh dalam ekosistem digital. Mereka adalah digital natives, terbiasa bersosialisasi lewat media sosial, mengakses informasi secara cepat, dan mengekspresikan identitas di ruang virtual. Survei We Are Social (2024) mencatat pengguna internet Indonesia mencapai 221 juta jiwa, dan mayoritas adalah Gen Z.

Karakteristik utama Gen Z antara lain: Cepat beradaptasi dengan teknologi, tren, dan gaya hidup, kritis terhadap isu sosial seperti keadilan, lingkungan, dan inklusi, mengutamakan fleksibilitas dalam pendidikan maupun pekerjaan, peduli kesehatan mental, menolak sistem yang kaku dan otoriter, ekspektasi tinggi terhadap masa depan, namun sering terjebak gap antara harapan dan realitas. Di ruang kerja, Gen Z cenderung menginginkan work-life balance, menolak pola kerja lama yang hierarkis, dan lebih tertarik pada pekerjaan kreatif, digital, serta kewirausahaan.

Agenda Umum Gen Z

Dari pengamatan sosial dan berbagai riset, agenda umum Gen Z di Indonesia meliputi: Pendidikan relevan & inklusif – menolak biaya mahal, mendesak kurikulum adaptif dengan dunia kerja digital, kesempatan kerja kreatif & fleksibel – mendukung ekonomi digital, startup, freelancing, keadilan sosial & inklusi – menolak diskriminasi gender, agama, dan status social, isu lingkungan – mendorong gaya hidup ramah lingkungan, menolak perusakan alam oleh industry, kebebasan berekspresi & hak digital – menolak pembatasan internet/media sosial, menuntut transparansi pemerintah. Dengan agenda tersebut, Gen Z dapat menjadi lokomotif perubahan bila aspirasi mereka ditampung secara tepat.

 

“Musuh” Gen Z

Meski tidak selalu tersurat, ada beberapa hal yang menjadi “musuh” generasi ini: korupsi dan oligarki politik, simbol ketidakadilan dan ketertutupan, institusi birokrasi yang lamban dan tidak transparan, diskriminasi dalam bentuk apapun, kerusakan lingkungan akibat korporasi atau kebijakan lemah, sistem pendidikan dan kerja yang kaku, pejabat publik yang tidak “relate” dengan zaman digital, kehidupan hedonis dan flexing  dari pejabat public.

Ketika hal-hal tersebut muncul, Gen Z cepat bereaksi, biasanya dengan memviralkan isu di media sosial dan membentuk tekanan publik yang nyata. Disamping itu situasi dan keadaan juga mereka nilai atau ukur dengan cara yang sangat personal yaitu "apa yang mereka lihat, apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka alami" dalam keseharian.

Tantangan dan Peluang

Tantangan terbesar Gen Z adalah kesenjangan antara jumlah yang besar dengan kapasitas penyerapan tenaga kerja. Bila tidak ada terobosan, angka NEET dan pengangguran bisa terus meningkat, memicu frustrasi sosial dan politik.

Namun, di sisi lain, Gen Z juga menyimpan peluang besar: kekuatan tenaga kerja produktif: Pada 2030–2040, Gen Z akan menjadi mayoritas pekerja, kekuatan politik baru: Dengan jumlah hampir 30 persen penduduk, suara Gen Z bisa mengubah hasil pemilu jika terorganisasi, motor ekonomi digital & green economy: Gaya hidup digital dan peduli lingkungan menjadikan mereka pionir transformasi industry, Jembatan global: Keterhubungan dengan dunia internasional menjadikan Gen Z agen globalisasi yang produktif,

Menyongsong Indonesia Emas 2045

Jika diberdayakan, Gen Z bisa menjadi lokomotif utama pencapaian Indonesia Emas 2045 melalui inovasi digital, ekonomi kreatif, dan gerakan sosial. Tetapi jika diabaikan, mereka justru dapat menjadi sumber instabilitas sosial: meningkatnya pengangguran, alienasi politik, bahkan potensi radikalisasi digital.

Karena itu, negara, partai politik, dunia usaha, dan masyarakat sipil harus berhenti melihat Gen Z sekadar sebagai “konsumen” atau “pemilih potensial”. Mereka harus diposisikan sebagai subjek pembangunan. Investasi pada pendidikan yang relevan, lapangan kerja kreatif, keterbukaan ruang digital, dan perlindungan lingkungan adalah agenda mendesak untuk menyelamatkan bonus demografi. Gen Z bukan sekadar “anak muda” hari ini, melainkan penentu arah Indonesia esok hari. Menyia-nyiakan mereka sama saja dengan menyia-nyiakan masa depan bangsa. Penulis adalah Pengamat Birokrasi dan Pemerintahan

Mulyono D PrawiroComment