Dari Molekul ke Organisme Hidup
Serial Tropikanisasi-Kooperatisasi (5)
Dari Molekul ke Organisme Hidup: Koperasi sebagai Ekosistem dan Jiwa kolektif Bangsa
Oleh: Agus Pakpahan
Jika dalam edisi sebelumnya kita membahas koperasi sebagai "molekul" hasil ikatan atom-atom individu, maka dalam evolusi pemikiran ini kita perlu melangkah lebih jauh. Sebuah molekul, meski sudah stabil, belum tentu hidup. Koperasi sejati bukanlah sekadar struktur molekuler yang kaku, melainkan sebuah organisme hidup yang bernafas, tumbuh, dan berevolusi—sebuah ekosistem ekonomi yang menjadi jiwa kolektif bangsa.
Dari Struktur Molekuler ke Jaringan Hayati
Dalam biologi, molekul-molekul organik sederhana (asam amino, nukleotida) membentuk protein dan DNA, lalu berevolusi menjadi sel yang hidup. Demikian pula, koperasi primer sebagai "molekul dasar" harus mampu membentuk jaringan yang lebih kompleks—koperasi sekunder dan tersier—yang berfungsi layaknya sistem organ dalam sebuah tubuh bangsa. Setiap koperasi dalam jaringan ini bukan sekadar terhubung secara administratif, tetapi saling bertukar nutrisi ekonomi: informasi, sumber daya, dan inovasi. Koperasi yang hanya menjadi "molekul mati" akan tetap statis, sementara koperasi sebagai "sel hidup" memiliki metabolisme sendiri—mampu mengubah modal sosial menjadi nilai ekonomi, dan nilai ekonomi kembali menjadi penguatan modal sosial.
DNA Koperasi: Nilai Kekeluargaan sebagai Kode Genetik
Setiap organisme hidup memiliki DNA yang menentukan sifat dan karakteristiknya. DNA koperasi Indonesia adalah nilai kekeluargaan dan kegotongroyongan. Inilah kode genetik sosial yang membedakannya dari perusahaan kapitalis murni. Namun, seperti dalam genetika, DNA membutuhkan ekspresi yang tepat dalam fenotipe. Nilai kekeluargaan tidak boleh hanya menjadi slogan, tetapi harus termanifestasi dalam:
1. Pembagian SHU yang adil sebagai ekspresi gen "keadilan"
2. Demokrasi ekonomi sebagai ekspresi gen "kesetaraan"
3. Pendidikan berkala sebagai ekspresi gen "regenerasi".
Tanpa ekspresi yang tepat, DNA koperasi hanya akan menjadi potensi yang terpendam, tidak berbeda dengan naskah kuno yang tidak terbaca.
Homeostasis Koperasi: Menjaga Keseimbangan dalam Turbulensi
Setiap organisme hidup memiliki kemampuan homeostasis— mempertahankan keseimbangan internal saat menghadapi perubahan eksternal. Koperasi sebagai organisme ekonomi harus memiliki mekanisme homeostasis yang kuat:
· Keseimbangan antara tradisi dan inovasi—mempertahankan nilai dasar sambil mengadopsi teknologi baru
· Keseimbangan antara keanggotaan dan profesionalisme—menghargai partisipasi anggota tanpa mengabaikan kompetensi manajerial
· Keseimbangan antara pertumbuhan dan keberlanjutan—berkembang tanpa mengorbankan prinsip dasar
Koperasi yang kehilangan homeostasis akan mengalami "stress organisasional" dan akhirnya kolaps.
Simbiosis Mutualistis: Koperasi dalam Ekosistem Nasional
Tidak ada organisme yang hidup dalam isolasi. Koperasi harus membangun hubungan simbiosis mutualistis dengan berbagai elemen bangsa:
· Dengan pemerintah sebagai regulator yang memungkinkan (bukan mengontrol)
· Dengan dunia pendidikan sebagai sumber inovasi dan regenerasi
· Dengan BUMN/swasta sebagai mitra strategis, bukan pesaing
· Dengan lingkungan alam sebagai fondasi keberlanjutan
Hubungan ini harus saling menguatkan, seperti hubungan antara lebah dan bunga—keduanya memperoleh manfaat dari interaksi tersebut.
Regenerasi Seluler: Kepemimpinan dan Regenerasi
Organisme sehat memiliki sel-sel yang terus beregenerasi. Krisis regenerasi kepemimpinan adalah "penyakit degeneratif" yang mengancam banyak koperasi. Kita membutuhkan:
· Sistem regenerasi leadership yang terstruktur
· Program mentorship antar-generasi
· Pembagian peran berdasarkan kompetensi, bukan senioritas semata
Koperasi sebagai Sistem Imun Bangsa
Dalam tubuh bangsa, koperasi yang sehat berfungsi sebagai sistem imun ekonomi. Ketika guncangan ekonomi datang—krisis, pandemi, disrupsi—koperasi yang tersebar di seluruh nusantara dapat menjadi buffer yang menahan dampak dan mempercepat pemulihan. Lebih dari itu, koperasi adalah memori kolektif bangsa—menyimpan kearifan lokal, ketahanan, dan kemampuan beradaptasi yang telah teruji waktu.
Kesimpulan: Dari Mekanistik ke Organik
Memandang koperasi sebagai mesin atau struktur molekuler saja tidak lagi cukup. Kita harus beralih ke paradigma organik—memahami koperasi sebagai organisme hidup yang merupakan perwujudan jiwa kolektif bangsa. Paradigma ini memerlukan pendekatan multidisiplin yang lebih dalam, tidak hanya fisika dan kimia, tetapi juga biologi, sosiologi, ekologi, dan kompleksitas.
Ekosistem koperasi Indonesia harus tumbuh menjadi hutan hujan tropis yang kaya keanekaragaman—bukan perkebunan monokultur yang rentan. Setiap koperasi adalah spesies unik yang beradaptasi dengan lingkungan lokalnya, tetapi bersama-sama membentuk sebuah bioma ekonomi yang kuat, resilien, dan berdaya lenting tinggi.
Inilah tugas kita di edisi peradaban ini: tidak hanya membangun koperasi, tetapi menumbuhkannya; tidak hanya menyusun struktur, tetapi menghidupkan ekosistem; tidak hanya menciptakan lembaga ekonomi, tetapi memelihara jiwa kolektif bangsa yang berdaulat, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Penulis: Prof. Agus Pakpahan, Ph.D (Rektor Universitas Koperasi Indonesia - Ikopin University).
Editor: Dr. Aam Bastaman (Ketua Senat Universitas Trilogi).