Saut Munthe : Sulit Menemukan Pegawai BKKBN yang Kaya dari Memanfaatkan Jabatan

Saut Pangidoan Siambaton Munthe, SH, Dewan Pakar JuKen Pusat

GEMARI.ID-BANDUNG. BKKBN termasuk salah satu Powerless Institution di lautan Kementerian/Lembaga di Indonesia. Tidak ada satupun kewenangan BKKBN yang membuat rakyat takut atau bersedia mengemis apalagi nyogok pejabat BKKBN untuk memperolehnya, demikian disampaikan Saut Munthe, Dewan Pakar Perkumpulan Juang Kencana (JuKen) Pusat kepada Tim Gemari.id melalui pesan singkatnya. Senin (20/01/2025).

Dalam pesan singkatnya ia mengatakan, selama lebih dari 30 tahun bekerja di BKKBN, saya tidak menemukan satupun dokumen yang dibutuhkan masyarakat umum yang membuat mereka bersedia "menunduk-nunduk" untuk mendapatkannya. Ambillah ijazah atau rapor dari lingkungan Diknas, Buku Nikah dari Departemen Agama, KTP dari Departemen Dalam Negeri, SIM dari POLRI, Sertifikat tanah dari BPN, berbagai Surat izin dan lain-lain,sebagai contoh. Yang saya tahu tidak ada satu dokumen pun yang dikeluarkan BKKBN yang "bernilai duit". Selama 30 tahun bertugas, saya belum pernah mendengar ada PUS yang kasih uang kepada pegawai BKKBN untuk mendapatkan K/I/KB atau K/IV/KB yang merupakan tanda dia peserta KB. Itupun sebenarnya yang menerbitkan K/I atau K/IV tadi bukan pegawai BKKBN, melainkan petugas Klinik KB, katanya.

Selain itu, mantan Kepala Biro HOTL BKKBN Pusat ini menjelaskan, dampak "negatif" dari kondisi BKKBN sebagai Powerless Institution  tadi adalah sulit menemukan pegawai BKKBN yang kaya dari memanfaatkan jabatan. Sedangkan dampak "positif"nya, persaingan apalagi sogok-menyogok, sikut-menyikut untuk diterima sebagai pegawai, apalagi untuk menjadi pejabat di BKKBN hampir tidak ada, dibandingkan dengan yang terjadi di berbagai K/L yang menerbitkan berbagai dokumen penting dan penegakan hukum. Tipisnya kekuasaan yang dimiliki pegawai/petugas KB, membuat mereka harus mengandalkan "kerajinan" dan "keluwesan berkomunikasi" serta berbasiskan "keikhlasan menjalankan tugas"  ketika berhadapan dengan rakyat maupun dengan mitra kerja dari instansi lain, jelasnya.

Pak Saut panggilan akrab Saut Pangidoan Siambaton Munthe, SH menekankan, sejak mulai dari masuk sebagai pegawai, naik pangkat berkali-kali, pindah atau naik jabatan sampai dengan pensiun, saya tidak pernah memberi sesuatu yang tergolong "grativikasi" kepada atasan atau Pimpinan. Situasi ini sangat saya nikmati dan saya pikir ini menjadi modal penting kenapa hingga pensiun mantan pegawai BKKBN bisa saling berkomunikasi dengan baik dalam wadah Juang Kencana/JuKen. Kalaupun ada 1 atau 2 orang pensiunan BKKBN yang tidak mau bergabung dalam JuKen, menurut pengamatan saya adalah mereka yang pada waktu aktif tidak bisa menyesuaikan dengan "ritme sillaturahmi" yang berkembang di BKKBN, atau yang lebih berat lagi, orang-orang yang mengalami "konflik kepentingan" dalam mendapatkan jabatan.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, saya sependapat dengan mas Suripto dari JuKen DI Yogyakarta, sebagian besar teman-teman mantan NIP 38 yang sempat melanglang buana ke K/L lain, lebih merasakan JuKen sebagai rumah masa pensiun yang lebih teduh dan menyenangkan. Atas dasar itulah di dalam AD & ART JuKen kita anut azas stelsel pasif untuk menjadi anggota JuKen bagi pensiunan PLKB/PKB dan NIP 38. Ini bermakna Pengurus JuKen di mana ada pensiunan PLKB/PKB dan NIP 38 berkewajiban untuk pro aktif mendata, mencatat serta membina yang bersangkutan untuk menjadi anggota JuKen di Kabupaten/Kota atau Komisariat se tempat, ungkapnya.

Bukan hanya itu, JuKen juga sebenarnya sangat senang dan terbuka apabila Pejuang KB yang lain seperti : Kader, dokter/Bidan, motivator BANGGA KENCANA lainnya maupun Pejabat OPD KB Non NIP 38 untuk menjadi anggota JuKen. Tetapi tentunya kita kurang pantes mencatat seenaknya apalagi memaksa mereka menjadi anggota. Atas dasar itulah di dalam AD & ART diatur, bagi mereka berlaku "stelsel aktif" artinya diluar pensiunan PLKB/PKB dan NIP 38 kita minta untuk memohon/menyatakan secara tertulis menjadi Anggota JuKen. Pengurus JuKen Kabupaten/Kota/Komisariat JuKen setempatlah yang diberi tugas untuk menerima, mencatat dan memberi KTA kepada yang bersangkutan.

Dengan berkembangnya Organisasi Pengelola Program KKB-PK di Indonesia, terakhir sekarang menjadi KEMENDUK-BANGGA KENCANA/BKKBN, tentu kita masih akan melihat bagaimana kelanjutan pengembangan Organisasi Pengelola Program di tingkat Provinsi, Kabupatem/Kota. Sebagai Dewan Pakar JuKen Pusat, ia menyarankan, untuk Petugas Lapangan/Penyuluh KKB-PK, apapun nomenklaturnya, tetap kita anut stelsel pasif. Dan ia berharap, mudah-mudahan Juken terus berkembang berbasiskan "keikhlasan untuk ikut terus berkarya demi membangun NKKBS" serta mengandalkan kekuatan komukasi dan data. Kita sudah terlatih bekerja bukan berbasis kekuasaan, pungkasnya. @mulyono_dp

Mulyono D PrawiroComment