Universitas Trilogi dan Trilogi Pembangunan Pak Harto
(Aam Bastaman*).
Universitas Trilogi merupakan pengembangan dari STEKPI (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia), yang sudah berdiri sejak tahun 1988. Pada tahun 2013 dilakukan pengembangan kelembagaan STEKPI sebagai Sekolah Tinggi menjadi sebuah Universitas, yang kemudian dipilih nama Trilogi - Universitas Trilogi.
STEKPI yang kemudian menjadi Universitas Trilogi didirikan dan dikembangkan oleh Yayasan Pengembangan Pendidikan Indonesia Jakarta (YPPIJ), sebuah yayasan yang dinaungi dan dimotori oleh empat yayasan sosial yang didirikan dan dibina oleh Presiden Suharto, yaitu yayasan Supersemar, yayasan Darmais, Yayasan Dakab dan kemudian yayasan Damandiri.
Pemilihan nama Trilogi didasarkan pada penghargaan dan kenangan atas warisan presiden Soeharto (pak Harto) sebagai konsep utama dalam pembanguna nasional, yaitu Trilogi Pembangunan. Tiga (Tri) logi, yang terdiri dari Pertumbuhan, Stabilitas dan Pemerataan. Konsep pembangunan nasional yang sangat fenomenal ini diusung oleh pak Harto.
Trilogi pembangunan merupakan sebuah visi pembangunan nasional di segala bidang untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat, yang merupakan penjabaran Pancasila dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam pembangunan manusia Indonesia.
Dengan Trilogi Pembangunan maka pembangunan sebagai penjabaran Pancasila itu dilakukan secara sistematis, terorganisir, bertahap dan berkelanjutan, dengan penekanan pada aspek pertumbuhan, stabilitas dan pemerataan.
Konsep pertumbuhan mengacu pada pertumbuhan pembangunan di segala bidang yang diakselerasi untuk mencapai pertumbuhan yang tinggi. Melalui pertumbuhan inilah, lapangan kerja bisa diperluas, pendapatan nasional dan pendapatan per kapita meningkat, sehingga bisa menumbuhkan perputaran roda ekonomi nasional secara berkelanjutan.
Stabilitas menjadi fokus kedua, karena tanpa stabilitas pembangunan tidak bisa dilakukan. Stabilitas diantaranya mencakup stabilitas keamanan, sosial dan politik. Sejarah nasional di era Orde Lama memberi pelajaran bahwa konflik horisontal sangat menyita energi segenap kompenen bangsa, sehingga tidak bisa fokus pada pembangunan, bahkan pembangunan menjadi terbengkalai.
Setelah itu kemudian perlu dilakukan pemerataan pembangunan. Pemerataan dilakukan setelah ada kue pembangunan yang bisa dibagi. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi menjadi syarat utama dan perlu di dorong. Dengan pemerataan, diharapkan semua lapisan masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan, tidak hanya dinikmati oleh segelintir masyarakat saja.
Presiden Soeharto melakukan adaptasi ekonomi pasar terbuka, dengan menekankan pengelolaan ekonomi pasar yang terkelola, dengan diantaranya menggerakkan ekonomi kerakyatan melalui pembangunan koperasi. Sayangnya beberapa konsep dan tahapan pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat menuju Indonesia maju tidak dilanjutkan oleh para penerusnya. Seperti operasionalisasi pembangunan yang sistematis, terorganisir, bertahap dan berkelanjutan yang dilakukan dalam bentuk rencana pembangunan Jangka panjang (PJP) dalam rentang 25 tahunan, yang dijabarkan dalam pembangunan lima tahunan (pelita), serta prioritas pembangunan yang dikompilasi dalam GBHN (Garis Besar Haluan Negara).
Konsep Trilogi pembangunan ini kemudian diacu sebagai pilar dalam rencana pendirian universitas yang inovatif, yang merupakan pengembangan dari STEKPI, disesuaikan dengan visi universitas baru, serta tantangan yang dihadapi dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Sehingga diharapkan kelembagaan universitas ini mampu menjawab tantangan jaman.
Menurut informasi dari prof. Dr. Haryono Suyono (ketua Dewan pembina YPPIJ), saat rencana pengembangan STEKPI menjadi kelembagaan yang lebih luas yaitu sebagai universitas dilakukan dengan seijin pak Harto, sebagai pembina dari yayasan-yayasan sosial yang didirikannya. Bahkan pak Harto sempat ditanya kemungkinan universitas baru ini diberi nama Soeharto - Universitas Soeharto. Namun saat nama itu diajukan pak Harto hanya diam saja, seperti memberi isyarat pak Harto kurang berkenan namanya diabadikan menjadi nama universitas. Hal ini bisa dipahami mengingat sifat pak Harto yang low profile, tidak mau namanya diangkat seperti mercusuar. Kita memahami namanya sudah besar sendiri dengan kontribusinya pada bangsa dan negara.
Kemudian tim pendiri universitas, yaitu Prof. Dr. Haryono Suyono, Dr. (HC) Subiakto Tjakrawerdaya, Prof. Dr. Nazaruddin Umar dan Drs. Indra Kartasasmita M.Sc., yang saat itu menjadi pembina dan pengurus YPPIJ menyepakati nama Trilogi, yang idenya berasal dari konsep Trilogi Pembangunan-nya pak Harto.
Universitas Trilogi melakukan adaptasi konsep Trilogi pembangunan pak Harto yang disesuaikan dengan visi universitas Trilogi untuk menjawab tantagan jaman, sebagai acuan dalam pengelolaan dan pengembangan universitas, yaitu Keteknosiopreneuran, Kolaborasi dan Kemandirian.
Keteknosiopreneuran mengacu kepada komitmen pendidikan universitas terhadap pengembangan kemampuan kewirausahaan mahasiswa yang berbasis teknologi tepat guna yang dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga kemudian diusung konsep teknososiopreneur (keteknopreneuran). Bukan hanya kewirausahaan yang berbasis kapitalisme semata, tetapi kewirausahaan yang didukung dengan pemanfaatan kemajuan teknologi yang kehadirannya bermanfaat dan menguntungkan secara sosial, bagi masyarakat banyak, bukan hanya keuntungan finansial bagi pemegang sahamnya.
Konsep kolaborasi didasarkan pada kesadaran bahwa manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat berdiri dengan sendirinya. Untuk bisa berkembang dan bermanfaat bagi yang lain perlu dilakukan kolaborasi dengan pihak-pihak terkait lainnya. Kolaborasi searah dengan konsep sinergi, dimana gerakan bersama akan menjadikan hasil yang jauh lebih besar dibandingkan kalau berjalan sendiri-sendiri. Kolaborasi diyakini sebagai sebuah keniscayaan untuk bisa maju, berkembang dan bertumbuh secara berkesinambungan.
Konsep kemandirian sebagai pilar terakhir mengacu pada kemampuan untuk mengurangi kebergantungan (bergantung searah), sekaligus justru memiliki kemampuan untuk meningkatkan saling kebergantungan (dua arah, satu sama lain saling memberikan nilai). Kemandirian bukan hanya diartikan secara sempit sebagai mampu berdiri sendiri (kurang sejalan dengan pilar kolaborasi), namun diartikan secara lebih luas dalam konteks hubungan dengan pihak-pihak terkait lainnya (mendukung konsep kolaborasi), yaitu mengurangi kebergantungan, meningkatkan kesalingbergantungan.
Universitas Trilogi memiliki 12 program studi strata satu (S1) dan satu program studi strata dua (S2), yaitu: Manajemen, Akuntansi, Ilmu Ekonomi, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, PAUD, Teknik Informatika, Ssitem Informasi, Desain Komunikasi Visual, Desain Produk, Agroekoteknologi, Ilmu dan Teknologi Pangan serta Agribisnis. Selanjutnya untuk S2: Magister Manajemen.
Sebagai kelembagaan sudah mendapatkan akreditasi sangat baik, dan sedang mempersiapkan diri dalam proses peningkatan akreditasi, untuk mendapatkan akreditasi unggul.
*Dr. Aam Bastaman, Mantan Rektor, sekarang Ketua Senat Universitas Trilogi (2024-2028).