Anakku Mau Naik Haji

Pagi ini anakku dr Rina Mardiana tiak seperti bias am pada waktu kami sarapan udah rapi berpakaian kerudung hitam berpamitan mau manasik haji karena beberapa hari lagi akan berangkat haji. Tidak lama suaminya Drs. Rudi Lubis berpamitan bersama isterinya mau manasik haji. Hati ini jadi lega teringat masa silam waktu dalam satu minggu kita harus berangkat haji dengan mondok dulu di asrama haji Pondok Gede.

Kurang lebih sepuluh hari sebelum berangkat kami ada kesempatan menghadap Mwnteri Agama Bapak A;amsyah Ratu Perwira Negara untuk suatu urusan KB. Beliau bertanya apakah kami sudah haji. Kami jawab belumm tapi sudah umrah dalam kesempatan perjalanan dinas. Selanjutnya ditanya apa mau haji dan jadilah kami harus siap satu minggu lagi berangkatbersama isteri. Sampai dirumah berita itu membuat isteri yang anak Jakarta girang bukan kepalang.

Kurang dari satu minggu kami siap bergabung ke {ondok Gede bersama rombongan yang akan berangkat bersama atas undangan pemerintah cq Mwntari Agama RI. Tidak dipungut apa-apa karena yang diundang adalah tokokh-tokoh yang dianggap berjasa untuk negara.

Singkat kata kami siap berangkat dalam satu pesawat Garuda setelah persiapan yang intensip di Asrama Haji di Pondok Gede usai,

Dengan memakai pakaian putih-putih (hrom) rombomgan langsung memasuki wilayah haram di tanah suci. Dengan cekatan isteri yang trengginas mendandani kami dengan baju serba putih dan semputna kami sebagai calon haji yang resmi. Disebelah kami ada Bung Tomo dari Jawa Timur pahlawan pejuang kemerdekaan memiliki sedikit kesukaran memakai bajunya. Segera kami tolong dan kami betulkan sampai sempurna dan kami berdua ketawa melihat diri kaya orang Arab katanya. Sejak itu kami bersahabat.

Kami memilih tinggal bersama rombongan kami biarpun kepala Urusan Haji dari Kementrian Afama adalah mantan dijabat Kepala BKKBN Sumatra Utara Haji Sleiman yang menyedaiakan tempat khusus untuk kami.

Acara haji rombongan kami berjalan lancer dan kami diterima dalam rombongan tidak diperlakukan khusus debagai pejabat biarpun kami adalah [ejabat tinggi. Paerjalanan haji kami normal dalam desakan rombingan haji biasa, Dalam perjalanan haji tersebut seakan kami dituntut sebagai pemimpin kloter mengawal para Jemaah tatkala berjalan beriringan.

Di suatu tempat ada seorang Jemaah Indonesia yang besar ingin turun dari lantai atas ke lantai bawah, kami yang kecil menawarkan diri marnyambut dibawah. Alahmdulillah kami kuat karena Mujizat Allah semata. Selanjutnya beliau menjadi sahabat sampai beliau wafat.

Seluruh perjalanan berjalan lancer sampai anggota rombongan tidak tahu bahwa kami pejabat tinggi. Pada waktu kami usul untuk pulang lebih dulu barulah mereka tahu bahwa kami perjabat tinggi. Semua berjalan lancer.

Haryono SuyonoComment