Muhtar : Gara-gara Wairless Macet Aku Kena Damprat
GEMARI.ID-KENDARI. Semenjak saya mulai bekerja di BKKBN tahun 1984, saya ditugaskan di Bagian Tata usaha, Sub Bagian kepegawaian sehingga pekerjaan kami sehari hari otomatis selalu bergelut dengan masalah yang bekaitan dengan kepegawaian antara lain adm kepegawaian, termasuk yg berhubungan dengan penerimaan pegawai. Sekitar tahun 1991 kebetulan ada penerimaan pegawai baru yg seleksinya bertempat di Aula Balai Diklat BKKBN Sultra. Permasalahannya saat itu adalah ketika semua peserta seleksi sudah duduk di ruangan, ternyata ketika Kabag TU yang hendak memberikan kata pengantar tentang tata tertib dalam mengikuti test dan informasi lainnya, ternyata belum ada wireless.
Kami sendiri sebagai saf waktu itu berada di ruangan TU yang letaknya terpisah dengan gedung balai diklat, tidak mengetahui bahwa Kabag TU sudah berada di ruang balai diklat untuk memberikan semacam kata pengantar sebelum pelaksanaan seleksi dimulai. Beberapa saat kemudian salah seorang staf Balai diklat datang memberi tahukan bahwa pak Kabag TU memerintahkan kepada salah seorang diantara kami agar segera membawakan wireless ke ruangan aula Balai diklat.
Akan tetapi beberapa orang staf Kepegawaian tidak ada yang mau membawakan warless tersebut karena mereka punya pengalaman bahwa katanya kalau banyak orang, maka biasanya beliau suka memarahi stafnya. Karena teman sesama staf yang lain tidak ada yang mau membawakan wireless tersebut, maka dengan rasa tanggung jawab akan panggilan tugas, akhirnya saya sendiri yang berinisiatif untuk membawakan wireless tersebut sampai ke Aula Balai diklat.
Tiba disana, langsung saya keluarkan mike agar pak Kabag TU bisa langsung memberikan kata pengantar. Akan tetapi ketika beliau mulai berbicara, ternyata suaranya timbul tenggelam dan putus putus, disebabkan karena bateray yang ada di dalam wireless tersebut sudah suak, padahal sehari sebelumnya masih bagus ketika wireless tersebut dipakai untuk upacara. Dan disinilah kesialan itu terjadi karena pak Kabag TU langsung memarahi dan menunjuk-nunjuk kearah saya sambil mengatakan, KAU BODOH.
Hal ini dipertontonkan di muka orang banyak yaitu peserta seleksi penerimaan pegawai baru yang datang dari seluruh Kabupaten se Sultra. Dengan kalimat kasar seperti itu, maka reaksi saya kemudian saat itu benar-benar merasa terpukul seolah bumi terasa runtuh, apalagi masih capek akibat memikul wireless ke lantai dua, juga karena merasa tidak dihargai di muka orang banyak. Maka akhirnya dengan spontan saya menghambur bateray wirelees tersebut di lantai, lalu meninggalkan aula balai diklat, tanpa mengetahui siapa yang kemudian memungut kembali bateray tersebut.
Kejadian tersebut sebenarnya tidak akan terjadi kalau ada kematangan dan pengendalian diri yang tinggi, baik atasan maupun bawahan. Atasan terlalu mudah berkata kasar pada bawahan dan sebaliknya bawahan juga bersalah karena tidak tanggap dan tidak mengambil langkah antisipasi akan kemungkinan bateray yang mulai suak. Kelalaian saya selaku bawahan disini adalah harusnya kabel wireless tersebut saya hubungkan dengan colokan listrik yang ada di dinding.
Hikmah yang bisa kita petik dari kejadian ini antara lain adalah, 1. Sebagai atasan seharusnya jangan bersifat kasar kepada bawahan dan selalu memberikan bimbingan yang baik dan bijaksana kepada bawahan dengan penuh kasih sayang. 2. Sebagai bawahan juga harusnya pandai menempatkan diri sebagai bawahan, dan jangan mudah terpancing emosi seperti kejadian dimana saya menghambur bateray seperti yang saya kisahkan di atas, karena hal ini akan memancing kemarahan atasan. 3. Setiap kita mau bekerja sebaiknya harus kita persiapkan dan mengantisipasi segala sesuatunya dan segala kemungkinan yang terjadi atau cek and recek, semua komponen yang akan digunakan dan dibutuhkan sehingga kegiatan yang kita lakukan dapat berjalan dengan lancar.
Semoga dengan pengalaman ini dapat menginspirasi teutama adik-adik yang masih aktif bekerja baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan, yaitu bahwa kita dalam bekerja hendaknya selalu mengedepankan sifat dan sikap sopan santun, saling menghargai dan menghormati, serta beradab dan berhati mulia. Jangan mudah terpancing emosi, karena sikap kasar dan mudah terbawa emosi tidak akan pernah membawa kebaikan. Kisah ini bukan bermaksud memojokkan dan menjelekkan Kabag TU dimaksud, akan tetapi saya hanya ingin agar dapat diambil hikmahnya.
Sebelum saya akhiri kisah ini, tak lupa saya mendoakan kepada almarhum Kabag TU yang saya maksud, karena beliau telah meninggal dunia sekitar 2 tahun yang lalu, semoga diampuni dosa dan kesalahannya, diterima segala amal kebaikannya dan mendapatkan tempat yang terbaik di sisiNya. Aamiin ya rabbal aalamin. (Dikisahkan oleh Muhtar, anggota Juken Sultra sebagai pengalaman pribadi saat masih aktif bekerja sebagai PNS BKKBN Sulawesi Tenggara)