Menikmati Kehidupan Desa di Pacitan
Pacitan suatu Kabupaten kecil dipantai yang disebelah selatan kadang berhawa dingin karena musim dingin di Australia, sangat menarik dan penuh segala macam yang beraneka ragam secara lengkap. Minggu lalu agak goyah karena ada gempa di Bantul, dikawatirkan goncangan di Bantul yang terasa di Pacitan bisa berakibat Tsunami. Untung Pacitan hanya mendapat bagian goncangan sedikit saja.
Kedua anak kami, Ria dan Rina, yang sedang ada di Pacitan, diantar pak Carik Adam, sempat berkunjung ke Pesantren di Tremas dan bertemu dengan Kyai di pesantren yang sangat terkenal tersebut. Ria yang baru pulang dari Umroh sangat bahagia bisa ketemu nenek moyang yang mempunyai pesantren sangat populer, Rina yang sedang antri untuk berhaji sangat nendapat inspirasi karena Pacitan memiliki Pesantren yang sangat masyhur di seluruh Nusantara.
Turis kuliner juga sangat menjanjikan, Disamping itu turis asli di pantai dan hutan-hutan sekelililingnya sangat menarik dan Sebagian telah ditata rapi dengan jalan trek yang memudahkan pendatang untuk masuk kedalam hutan menikmati kedalaman yang jauh lebih menarik dengan hutan lebat yang masih aman dari pembabatan manusia.
Keindahan alam yang mendapat perlindungan dari Sidang PBB itu terpelihara karena orang Pacitan lebih tertarik untuk keluar dari Pacitan merantau menjadi anggota DPR, MPR, Menteri, Menko, anggota DPR sampai menjadi Presiden RI. Untung mantan Presiden RI menempatkan Museum yang dibuatnya di Pacitan. Mantan Menko hanya mampu membuat asrama pelajar dan Pusat Pemberdayaan Keluarga dengan nama ibu beliau Siti Padmirah Center di Pucangsewu.
Tetapi hutan dan pemandangan asli peninggalan nenek moyang sebagian besar masih utuh. Yang dipinggir pantai yang lebat dengan pepohonan melalui rekayasa bisa menjadi daerah wusata yang menarik. Pemandangan dari gunung tempat Haryono kecil menggembala kambing dan tercekik tergantung ikatannya masih tetap berupa hutan tidak ada yang mengubahnya menjadi daerah wisata kecuali daerah sekitarnya berubah menjadi perluasan Pasar Tiban yang makin ramai di pagi hari. Sayang Warung mbah Irah keburu dibongkar karena dianggap kumuh oleh adik yang tidak merasakan nostalgia ikut berjualan di Warung tersebut.
Kedua anak pertama dan bontot Ria dan Rina sejak sebelum hari Minggu hari Raya Idul Adha menikmati pemandangan tersebut mewakili bapaknya bernostalgia ria.