Awal Kebangkitan Program KB sebagai Gerakan Nasional

Menjelang Hari Keluarga Nasional ada baiknya kita kenang sejarah Program KB. Dengan disahkannya UU Kependudukan pada tahun 1992 maka Program KB sebagai penggerak pembangunan keluarga menjadi sah. Sebelumnya dari kalangan akademisi, utamanya yang kurang senang adanya “petugas pemerintah”  ikut campur nimbrung dalam pembangunan suatu keluarga melancarkan kritik bahwa pemerintah tidak berhak ikut campur dalam pemabngunan keluarga. Tetapi setelah adanya UU yang disusun dan disahkan bersama DPR sebagai UU nomor 10 tahun 1992, maka justru pemerintah “wajib memberdayakan” kelompok terkecil dalam masyarakat tersebut menjadi keluarga yang sejahtera.

Penanda tangan Naskah Pelantikan Kepala BKKBN

Pada langkah yang pertama Lembaga yang bertanggung jawab pada peningkatan kualitas sumber daya manusia seperti Departemen Kesehatan pemerintah melakukan restruturisasi. Sebagai contoh  pada Sekretaris Jendral DrKes Pemerintah menempatkan Kepala BKKBN yang terbukti mampu mengangkat program KB yang kecil menjadi sangat penting, sejajar dengan Lembaga-lembaga pemerintah lainnya.

Ucapan Selamat dari Kepala lama

Penempatan ini setelah dirangkap selama tga bulan dianggap tidak ada reaksi, segera ditingkatkan secara penuh dari kedudukannya sebgai Sekjen menjadi Menterri Kesehatan yang baru. Jabatan Kepala BKKBN menjadi kosong.

Dalam lingkungan BKKBN diselidiki ternyata Dr Haryono Suyono pangkat kepegawaiannya baru saja ditingkatkan melalui Keputusan Presiden dari golongan IIIC menjadi IVA sehingga memenuhi syarat menggantikan Dr Suwardjono Suryaningrat sebagai Kepala BKKBN ynag baru. Maka Presiden segera mengeluarkan Surat Keputusan mengangkat Dr Haryono Suyono menjadi Kepala BKKBN dan mengukuhkan dr Suwardjono Suryaningrat sebagai Menteri Kesehatan RI secara penuh sejak awal Maret 1983.

Pengukuhan Dr Haryono Suyono dilakukan oleh Menteri Sekneg Bapak Sudharmono SH di Kantor BKKBN sekaligus mengukuhkan Ibu Astuty Haryono sebagai Ketua Dharma Wanita Unit BKKBN menggantikan ibu dr Suwardjono Suryaningat.

Sejak pengangkatannya sebagai Kepala BKKBN Dr Haryono segera melakukan konsolidasi Organisasi BKKBN dan meminta agar para Deputy siap lebih sering membantu daerah melakukan konsolidasi memperbanyak peserta KB dengan merangkul lebih banyak Lembaga yang memiliki pengaruh di tingkat pedesaan. Strategi baru dikembangkan dan seluruh daerah diundang dalam Rapat Kerja Nasional memahami strategi baru yang disusun dengan melibatkan banyak komponen ahli kemasyarakatan dari berbagai kalangan di tingkat pusat dan daerah trrmasuk dari kalangan Perguruan Tinggi.       

Strategi baru KB Masuk Desa itu tidak saja dibahas pada tingkat Rapat Kerja tertapi langsung diterjemahkan dalamm pelatihan “how to do it” dan utamanya dalam berbagai pelatihan nasional maupun daerah, utamanya bagi para PLKB dan bidan, biarpun masih “raba raba sana sini” belum sempurna.

Para Deputy segera disempurnakan diikuti dengan pergeseran Kepala Biro dengan tugas utama konsolidasi Organisasi di Daerah, utamanya daerah dengan jumlah penduduk besar.

Strategi baru tersebut segera tersebar luaskan diikuti penggemblengan mental dengan mengutamakan prinsip “lomba antar daerah” dalam mengajak peserta dan memahami cara baru “how to dio it” tersebut. Kemudian muncul gagasan “Safari KB” sebagai terjemahan kerja gotong royong antar kembaga mitra BKKBN yang efektif.

Pada pertengan tahun itu dicobakan system Sfari di beberpa kabupaten dan terbukti membawa hasil yang lumayan sekaligus meningkatkan Kerjasama antar Unit Pelaksana. Lomba mengjak peserta KB baru ternyata perlu disertai komitmen yang sangat tinggi antar Unit Pelaksana KB seta jajarannya. Lembaga yang Unitnya rajin mendapat dukungan sangat besar dari media masa sehingga makin lama makin maju dan kegiatan itu justru menggugah komitmen yang makin tinggi dari Pimpinannya.

Kesempatan itu dimanfaatkan oleh BKKBN untuk mendorong Lembaga lain melakukan Gerakan yang sama dengan dukungan positif BKKBN. Daerah-daerah segera meniru karena daerah yang meniru dengan baik segara mendapat pujian dan disamperin Kepala BKKBN atau Deputy yang akhirnya lebih banyak di lapangan memberi semangat disbanding lebih banyak di kantor pada tingkat pusat.

Kegiatan lapangan menjadi favorit para petugas sehingga jumlah peserta KB baru melonjak dengan sangat tinggi. Kegiatan tahun 1984 sampai tahun 1986 di dominaasi dengan Gerakan Kampanye besar-besaran Safari KB yang sangat jauh disempurnakan dengan memakai nama Instansi masing-masing termasuk nama Organisasi yang ikut serta, seperti layaknya “kampanye Pemilu” dewasa ini. Bahkan ada “Safari KB Bintang Sembilan” melibatkan Gus Dur sebagai Ketua NU pada jaman itu.

Bahkan Jaksa Agung Ismail Saleh ikut terlibat mengkampanyekan UU  Perkawinan dalam acara Safari KB yang meriah. Masing-masing ikut seta sehingga Acara Safari KB menjadi ajang yang menarik bagi khalayak yang bersifat massal.  KB akhirnya menjadi “gerakan masyarakat” milik banyak kalangan dan berhasil. Jumlah akseptor KB melonjak dengan drastis bukan karena kegiatan pegawai BKKBN tetapi karena partisipasi rakyat banyak seperti halnya penanganan Covid-19 oleh masyarakat luas.

Haryono SuyonoComment