Perjuangan Berat Dihargai Banyak Kalangan
Sungguh sangat mengharukan sampai hari ini dari berbagai kalangan di tingkat Nasional sampai Kabupaten bahkan sampai Desa masih mengalir kiriman selamat lebaran berupa karangan bunga, kue dan macam-macam produk desa. Sebagian khusus dibeli sebagai Imbalan rasa sykur dan terima kasih karena pernah ditolong, disalurkan bea siswa atau pernah dikunjungi di desanya yang terpencil dan hari ini menjabat jabatan puncak di propinsinya. Sungguh sangat mengharukan dan tidak disangka-sangka.
Teringat perjuangan tiada henti mulai dari Akademi Ilmu Statisti, Fakultas Kedokteran Gama, dan Universitas Chicago yang penuh perjuangan tidak ringan. Konon ada pameo bahwa masuk Uiversitas Chicago adalah yang terberat karena kuliahnya akan ringan karena didorong mahasiswa yang bersaing ketat sehingga tidak ada mahasiswa yang malas dan santai. Semua seakan ingin menjadi nomor satu diangkatannya sehingga dosen seakan menjadi saingannya.
Tadinya kami piker mendapatkan beasiswa US$ 300.00 sebulan itu berat, tetapi ternyata dana itu tidak mencukupi, sehingga terpaksa melamar sebagai asisten. Untung lulusanAkademi Ilmu Statistik karena ternyata di negara-negara Asia uumnya mahasiswa lemah dalam ilmu statistic dan matematika, sehingga mahasiswa kaya terpaksa menyumbang mahasiswa Indonesia yang tidak didukung pemerintahnya.
Dukungan gaji bulanan yang ditinggal di rumah nampaknya tidak cukup untuk menampung isteri dan empat anak. Isteri segera diusahakan berangkat ke Chicago dengan perjuangan cukup berat karena birokrasi yang ketat dan diperlukan ijin yang berliku biarpun di Amerika dijamin suami yang diam-diam bisa kerja sambil belajar.
Begitu ijin diperoleh diganjal lagi dengan empat anak balita karena sejak nikah KB baru diusulkan sehingga kita anjurkan dua anak cukup laki perempuan sama saja.
Anak pertama Ria Indrstuty HS diasuh kakak tertua Sumargo Sugiatin di Jatinegara. Ananda Dewi Pujiastuty HS ditipkan pada adik Drs Suyoto yang sudah mendahului karena serangan jantung. Sdangkan dua terkecil Fajar Wiryono HS serta Rina Mardiana HS yang masin-masing lahir yahun 1966 dan 1967 diasuh langsung oleh neneknya Eyang Siti Padmirah yang pindah dari Pacitan ke rumah dinas kami yang sangat kecil dengan dua kamar masing2 ukuran 3X4 meter, di Kompleks Sekneg di Cempaka Putih. Konon karena nenek sudah sepuh minta ditemani cucunya pengantin baru mas Heri dan mbak Tuty yang tatkala bulan madu mengungsi dari Jakarta ke Pacitan yang indah dan mempesona.
Kebiasaan nenek Siti Padmirah yang tidak mau nganggur, maka di rumahdinas di Cempaka Putih itu didirikan warung yang menyediakan keperluan sembikan bahan pokok melayani penghuniperumahan Sekneg dan penghuninya. Nenek Siti Padmirah sibuk momong dan jualan sembilan bahan pokok yang ternyata laris.
Berjejer di rumah Cempaka Putih itu dulu tinggal pak Sutjipto Wirosarjono, sekarang sudah almarhum di Makamkan di Taman Pahlawan Kalibata, ibu Sutjipto masih sugeng beserta anak-anaknya yang jadi dosen di UI, yang pada saat itu anak-anaknya juga balita. Ada juga Pak Bustami dari Urusan Pegawai yang sibuk tetapi baik hati karena selalu berbagi oleh-oleh hasil peninjauan di lapangan. Sekarang isteri beliau sudah mendahului, beliau masih hidup sehat sudah sepuh dan tetap baik hati.
Keluarga lain disekitar sudah almarhum dan penghuni kompleks sudah berubah karena pindah tempat atau meninggal dunia. Kita bersyukur karean ingat wujud perumahan prgawai di kala itu sungguh sangat sederhana tetapi merupakan perjuangan tersendiri mendapatkannya.
Kita bersyukur berkat perjuangan yang panjang itu haari ini dalam suasana Idul Fitri bunga dan kue dari para sahabat tetap berdatangan dari sahabat dan masyarakat luas. Terima kasih ya Tuhan atas karunia yang Maha Murah tersebut. Kami ucapkan terima kasih kepada yang ikut berjuang Bersama kami di Indonesia atau di berbagai negara di luar negeri.