Tempat Pelayanan Kondom 25
Disamping kampanye Kondom 25 melalui surat kabar dengan gencar, pelayanan kondom dilakukan melalui apotek dan toko obat. Tidak ada usaha khusus menambah tempat penjualan lain biarpun ada kecenderungan bakal naiknya omset penjualan konsom yang kampanyenya gencar tersebut.
Untuk kontrol administrasi yang ketat nampaknya jumlah apotik yang “menjual kondom 25” masih sangat terbatas sehingga bisa memyebabkan hambatan tersendiri. Prof Dr Masri (alm) dari Universitas Gajah Mada yang memiliki prakarsa penjualan kondom 25 “bukan pedagang” yang lincah dan mencari akal menambah tempat penjualan tetapi sibuk mencari sebab kenapa ada reaksi terhadap gagasan yang beliau pandang sangat hebat itu.
Bisa jadi beliau terikat pada perjanjian dengan Lembaga Donor yang menjadi sponsor pembiayaan kampanye sehingga “merasa terikat” tidak bisa banyak bergerak dalam berbagai demensi yang bisa mendorong suksesnya kampanye tersebut.
Karena Dr Masri tidak mencari alternatif lain, maka serangan yang makin frontal itu makin menukik karah yang tajam segingga kegoncangan tempat pelayanan terganggu. Apotek atau toko obat yang melayani tidak bertambah luas atau bahkan berkurang jumlahnya takut adanya serangan masa. Akibatnya tempat penjualan kondom 25 juga menyusut jumlahnya.
Tarakhir mengakibatkan berkurangnya omset penjualan kondom 25 tidak sesuai targetnya. Gagasan penjualan Kondom 25 terpaksa dihentikan. Kita mulai belajar bahwa tempat penjualan atau pelayanan harus selalu bertambah dan memberikan kesan penjualan laku keras.