Meningkatkan Mutu SDM dengan Menjemput Bola

Tidak dapat diungkiri bahwa seorang Sarjana dari masa lalu memiliki keterbatasan ilmu yang mereka peroleh dari bangku kuliah dibanding Sarjana pada masa kini. Referensi yang dimiliki bisa juga sudah kedaluwarsa bahkan sudah beberapa kali direvisi penulisnya sendiri. Tetapi Sarjana seperti ini yang maju dalam kariernya tidak sempat bersentuhan dengan nuansa baru atau referensi yang mutakhir karena kesibukan rutin yang harus diselesaikan setiap hari. Apa lagi kehadirannya di kantor sungguh merupakan kewajiban yang sangat tinggi.

Padahal kedudukannya pada pangkat dan jabatan di kantor atau perusahaannya bertambah rumit, yang memerlukan ilmu atau bidang yang belum pernah dipelajarinya dalam perguruan tinggi yang memberinya gelar akademis.  Yang bersangkutan tidak sempat mengambil kuliah ulangan, maksimal kursus-kursus singkat, karena tenaganya sangat dibutuhkan di kantornya sehingga hampir tidak bisa menambah ilmu atau sekedar menyegarkan ilmunya kecuali dari media masa atau jurnal yang sangat terbatas.

Pejabat atau pegawai dengan kedudukan tinggi seperti itu dalam suatu kantor yang cukup besar akan banyak jumlahnya. Mungkin bisa sepuluh atau dua puluh orang. Jumlah itu merupakan suatu kelompok “calon mahasiswa baru” yang boleh dianggap memerlukan “penyegaran ilmu”  atau “pengenalan ilmu yang baru berkembang” dari kalangan dosen muda yang lulusnya dari Perguruan Tinggi relatif jauh lebih muda. Atau “Imu baru” yang dulu tidak harus  dipelajarinya semasa kuliah karena spesialisasinya berbeda.

Sekelompok “orang berjabatan tinggi” tersebut merupakan “kumpulam pejabat”  yang bisa menjadi “calon mahasiswa S2 atau S3” yang bisa mengikuti kuliah dengan system “jemput bola” artinya dosen Perguruan Tinggi yang datang mengajar dengan sistem apapun, tatap muka atau hybrid ke tempat mahasiswa, bukan mahasiswa datang ke kampus secara reguler. Hanya pada saat-saat konsultasi mahasiswa istimewa itu datang ke kampus pada  pertemuan yang dijadwalkan.

Dengan cara demikian para pejabat tinggi, biarpun dalam usia lanjut, bisa memperoleh gelar akademis baru S2 atau S3. Lebih dari itu ilmu yang akan  disandangnya bertambah segar karena berkenalan dengan ilmu-ilmu baru atau revisi perkembangan ilmu yang disandangnya di masa lalu. Pada saat yang bersamaan Perguruan Tinggi, utamanya PT swasta bisa berkembang karena ditantang dengan adanya mahasiswa dengan pengalaman lapangan yang kaya dan telah banyak buktinya di lapangan yang luas. Semoga mendapat perhatian dari Instansi yang berwewenang.

Haryono SuyonoComment