Membangun Dengan Bantuan  Kredit Desa

Setelah Gerakan masyarakat Desa berhasil diarahkan pada usaha membangun Desa dan masyarakatya melalui Program KB dan pembangunan infrastruktur pedesaan lainnya. Ibu-ibu dalam jumlah yang sangat massal bergerak maju dalam  program pembangunan aneka ragam  dengan hasil yang variaktif tergantung arahan dan pembinaan yang tepat menghasilkan pengembangan yang bagus. Lebih-lebih kalau pembangunan itu mendapat dukungan politis dari aparat desa setempat.

Gerakan ibu-ibu dengan kelompoknya bersama-sama merayu ibu-muda di Desa menjadi akseptor KB menimbulkan gagasan bahwa kalau ibu-ibu itu dijadikan “agen pembangunan” yang menyebar luas di Desa, suatu desa bisa bergerak dalam berbagai jenis pembangunan berskala kecil. Kalau modal bertambah besar dan ketrampilan mereka ditingkatkan, maka proyek-proyek besar dapat diselesaikan oleh ibu-ibu di desanya. Ibu-ibu Akseptor KB juga diikat dalam kelompok KB di desa masing-masing. Begitu juga dengan skala seferhana keluarga akseptor dapat digolongkan dalam kelompok keluarga pra-sejahtera, kelompok sejahtera I, kelompok Sejahtera 2 dan seterusnya. Masing-masing kelompok dapat dilihat dari sifat masing-masing anggotanya. Petugas lapangan KB dapat ditugasi melakukan pendataan guna mengenal setiap keluarga dan memasukkan dalam kelompok keluarga di suatu desa.

Melalui hasil pendataan yang rapi, pada tahun 1993 BKKBN mengusulkan kepada Presiden Soeharto agar keluarga Pra Sejahtera diberi kesempatan untuk menabung guna mengentaskan kemiskinan. Untuk mampu menabung, setiap keluarga dibantu dengan modal awal sebesar Rp. 20.000,- atau satu US Dolar secara Cuma-Cuma.  Dri jumlah itu diwajibkan menabung sebesar 10 persen, atau Rp. 2,000,- pada bank BNI. Sisa dana dapat dimanfaatkan untuk usaha ekonomi produktif bersama keluarga  lain di desanya.

Sebagian menggunakan sisa dana itu untuk jualan nasi pecel atau dagang kecil lainnya.

Pada bulan kedua, tabungannya ditambah dengan dua kali tabungannya, dana pada Bank dari peserta menjadi Rp.18 juta plus masukan baru Rp. 36 juta, begitu seterusnya, setiap keluarga semakin kaya dan yang pandai ,memanfaatkan dana itu bersama keluarganya. Pemegang buku tabungan dapat mengambil kredit besarnya sama dengan puluhan kali dana dalam buku tabungannya, Melalui cara penduduk dijari menabung, menggunakan dana untuk pinjam uang di Bank dan menggunakan dana miliknya sebagai agunan untuk mengambil kredit.

Sayang skema yang begitu bagus ini, disebut sebagai program Takesra Kukesra, yang terpaksa dihentikan tatkala Presiden HM Soeharto berhenti sebagai Presiden RI. Program ini di copy di Bangladesh dan-pelaksananya mendapat Hadiah Nobel dunia.

Haryono SuyonoComment