Mengenang Kelahiran Kerja Gotong Royong
Saat-saat seperti ini, menjelang akhir bulan September 1995, saat kami duduk minum kopi bersama Almarhum Bapak HM Soeharto membahas rencana Pertemuan Besar antara beberapa tokoh Gerakan Pemberdayaan Masyarakat dan Wakil-wakil Konglomerat yang akan diselenggarakan di Gedung Bina Graha di Jakarta. Pagi-pagi sehari sebelumnya ketahuan bahwa tanggal 1 Oktober 1995 jatuh pada hari Minggu sehingga kami di panggil ke Bina Graha untuk merundingkan langkah-langkah lanjutan bahwa Pertemuan Besar itu tidak diselenggarakan pada tanggal 1 Oktober 1995 bersamaan dengan Peringatan Hari Kesaktian Pancasila, tetapi di undur jatuh pada hari Senin tanggal 2 Oktober 1995 tanpa mengubah makna simbolis bersatunya rakyat dengan pengusaha besar Konglomerat yang bersama-sama bertekad berbagi keuntungan dengan rakyat dalam rangka pemberdayaan keluarga secara bertahap sehingga akhirnya kesenjangan dan kemiskinan dapat dihapuskan dari muka bumi.
Bersama Almarhum Bapak Soeharto kami berdua, setelah mendengar laporan akhir bahwa antusiasme para Konglomerat sungguh sangat besar, kami berdua membahas skenario acara pada tanggal 2 Oktober tersebut, di mana Bapak Presiden RI secara simbolis akan menerima “sumbangan konglomerat” kepada Bapak Presiden yang kemudian akan menjadi modal awal suatu Yayasan yang digagas akan melanjutkan pengumpulan sumbangan dari konglomerat lain guna mengumpulkan modal untuk menolong keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I belajar menabung. Biarpun sumbangan yang terkumpul belum memadai, tetapi mengingat arus keras para penyumbang, Kepala BKKBN yang “ditugasi sebagai tangan kanan Pak Harto” merasa yakin bahwa semangat para penyumbang sangat tinggi sehingga dalam waktu singkat akan terkumpul jumlah yang memadai sebagai modal awal.
Setelah Almarhum yakin bahwa sambutan para Konglomerat tinggi, Pak Harto perintahkan Acara tidak berubah, Pertemuan akan digelar tanggal 2 Oktober 1965 di Gedung Bina Graha, Jakarta dengan undangan yang mewakili para Konglomerat, petugas pembangunan dan wakil keluarga prasejahtera dan sejahtera I. Tepat pada tanggal 2 Oktober pagi, pada sekitar pukul 8.30 pagi Kepala BKKBN DR. Haryono Suyono dipanggil Pak Harto masuk ruang kerja beliau. Setelah duduk seperti biasa saling berhadapan di meja kerja beliau, dipanggil ajudan Presiden untuk membawakan kertas dan fulpen. Sambil merima laporan terakhir kondisi yang akan hadir, sambil senyum “beliau berkata akan menulis puisi” dan minta dibantu, sebagai kenangan untuk acara hari itu. Sambil tersenyum pula, kami menjawab bahwa kami bukan ahli puisi biarpun pada SMA pernah memimpin majalah sekolah. Kami usul meminta bantuan staf, beliau menjawab “tidak usah”, kamu saja mendampingi. Kemudian, kata demi kata meluncur dari mulut beliau dan diulang menunggu komentar, baru dilanjutkan menulis kembali. Beliau menulis secara pribadi di atas kertas yang tersedia. Setelah selesai dengan hanya satu coretan, beliau membaca kembali tulisan itu. Setelah merasa puas, beliau mengambil kertas baru dan menyalin puisi itu tanpa ada coretan lagi. Kutipan puisi yang sarat makna dan menjadi pedoman penggunaan dana untuk pemberdayaan keluarga itu terpampang di Kantor Yayasan Damandiri di Jakarta.
Setelah selesai beliau memerintahkan agar puisi itu disertakan dalam map bahan pidato yang akan disampaikan Bapak Presiden dan memerintahkan ajudan untuk melihat apakah acara siap di mulai. Dengan gesit Ajudan memeriksa dan melaporkan acara siap di mulai. Kami mengiringi Bapak Presiden memasuki Ruang Acara yang penuh sesak dengan para Konglomerat, pejabat negara dan wakil keluarga prasejahtera di ruangan yang disulap menjadi ajang pertemuan yang sangat anggun.
Seperti biasa Acara dimulai dengan menyanyikan Lagu Kebangsaan dan langsung diisi Laporan Kepala BKKBN bahwa Acara siap dimulai. Acara pertama adalah penyerahan sumbangan secara simbolis oleh Wakil Konglomerat yang diwakili oleh Almarhum Liem Sui Liong kepda Presiden Soeharto didampingi oleh Kepala BKKBN serta putra Presiden RI Bambang Trihatmodjo yang ikut aktif mengumpulkan sumbangan dari Konglomerat. Acara itu singkat dan dilanjutkan dengan Pidato Presiden RI.
Map yang isi Pidato disodorkan kepada Presiden tetapi naskah Pidato tidak diambil kecuali satu lembar yang beliau tulis sebelum masuk ke ruang Acara berupa Puisi yang ditulis beliau sendiri. Setelah basa basi mengucapkan penghargaan kepada para Konglomerat yang lengkap hadir dan para saksi sejarah lain, beliau secara dramatis membacakan puisi yang baru ditulis dengan anggun seakan suatu ekspresi yang sangat penuh cita-cita dan bermakna luhur. Kita semua diam dan terasa kena setrum akan cita-cita pengentasan kemiskinan secara gotong royong. Dalam hati tekad kita buat akan bekerja keras agar usaha mulia ini berhasil dan semua keluarga sejahtera i dan prasejahtera segera terangkat dari lembah kemiskinan.
Setelah Acara itu selesai, maka Kepala BKKBN dan jajarannya melanjutkan upaya pengumpulan dana sumbangan dan jaringan Bank BNI untuk melaksanakan penyaluran dana modal bagi seluruh keluarga prasejahtera dan sejahtera I di seluruh Indonesia. Pada tahun itu ada sekitar 13,6 juta yang mendapatkan modal awal sebesar US$ 1.00 atau Rp. 2000,- yang dimasukkan dalam Buku Tabungan Bank BNI yang diserahkan pada tanggal 15 Januari 1996 sekaligus tanggal diresmikannya Yayasan Damandiri sebagai Pengelola Program dan Gerakan yang sangat besar tersebut. Dengan modal awal sebesar Rp. 2000,- itu setiap keluarga bisa mengambil kredit sebesar sepuluh kali tabungannya. Begitu seterusnya sehingga setiap keluarga setelah lunas pinjamannya bisa melanjutkan usaha dengan pinjaman yang lebih besar, setiap kali sepuluh kali tabungan yang dimilinya. Sayang usaha ini terhenti pada saat Presiden HM Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden. Suatu kenangan indah upaya pengentasan kemiskinan dengan sasaran keluarga prasejahtera dan sejahtera I yang 90 persen miskin melalui upaya pemberdayaan sosial gotong royong dan pengembangan ekonomi kerakyatan dengan bantuan modal sesuai kemajuan pesertanya. Semoga ada kelanjutannya yang dilakukan secara bertahap dan berhasil.