Membangun Keluarga Bergizi dan Lahirkan Anak Sehat
Prof. Dr. Haryono Suyono
Kita simak dengan penuh perhatian tulisan Nofrijal MA yang disiarkan gemari.id tentang pencegahan agar anak tidak stunting. Tulisan itu mengupas masalah anak stunting dalam uraian menarik. Menurut Nofrijal ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan, yaitu kualitas sperma, menjadi ayah siaga, menjalankan kegiatan konsultasi, memberi prioritas gizi untuk ibu hamil, melaksanakan pendampingan, menjauhi kebiasaan merokok dan tabungan keluarga. Semua komponen tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama.
Bagi PLKB dan relawan Posyandu, sambil menunggu penelitian yang seksama, perlu menandai dan memberi perhatian kepada keluarga yang memiliki risiko atau memiliki kondisi yang perlu segera ditolong agar seluruh keluarga, terutama keluarga muda, dapat ditangani dengan baik sehingga risiko melahirkan anak stunting tidak terjadi. Untuk itu setiap keluarga yang memiliki tanda-tanda risiko bisa dilihat dari “tingkah laku” dan “keadaan fisik” tanpa dilakukan “pemeriksaan kesehatan” secara njlimet. Seorang PLKB atau relawan Posyandu yang melihat hal tersebut, segera mencatat dalam Peta Keluarga yang ada di desa. Catatan itu adalah alat bantu agar secara cermat keluarga muda dijadikan sasaran yang perlu ditangani dengan baik.
Pertama-tama kita lihat apakah keluarga itu “terpaksa” menikahkan anak dalam usia dini dan keluarganya termasuk keluarga prasejahtera. Andaikan keluarga itu memiliki anak perempuan belum berusia 19 tahun, keluarga miskin dan sudah nikah secara sah, maka harus diusahakan agar “keluarga muda” yang memiliki istri kurang yang bisa di duga gizi itu segera ikut KB lebih dulu agar memenuhi syarat untuk hamil.
Kasus kedua, segra setelah menikah, keluarga baru itu dianjurkan membangun “Kebun Bergizi” di halaman rumahnya agar masukan gizi untuk kelurga baru dapat dipenuhi dari halaman rumahnya.
Ketiga, yang perlu dicermati adalah kondisi pengalaman keluarga yang memiliki anggota anak balita kurang gizi. Biasanya keadaan anak gadisnya sangat dipengaruhi orang tuanya. Apabila dilihat dari keadaan orang tua yang anak-anaknya sewaktu balita ditimbang di Posyandu, apabila pengalaman keluarga itu tercatat anak-anaknya tidak stabil kenaikan berat badannya, maka bisa diduga bahwa cara penanganan gizi anak kurang baik. Keluarga semacam ini perlu ditandai dalam Peta Keluarga sebagai “target keluarga” untuk penanganan gizi buruk yang bisa menurun pada anaknya yang baru nikah sehingga anaknya itu perlu dipersiapkan tidak melahirkan bayi stunting.
Keempat, adalah melihat apakah istri keluarga itu berbadan kurus sedangkan suaminya berbadan gemuk dan kokoh. Apabila keadaan keluarga memiliki keluarga muda yang baru menikah seperti itu, ada dugaan bahwa cara makan keluarga memberikan prioritas kepada suami. Anak dan mantunya perlu dicatat sebagai keluarga yang perlu informasi sebagai keluarga baru agar siap untuk hamil, makanan untuk istri perlu mendapat prioritas agar tidak menghasilkan anak stunting karena ibu hamil perlu gizi tinggi.
Kelima, sebagai keluarga baru setiap pengantin perlu diundang berkunjung ke Posyandu guna mendapat informasi yang berguna bagi kehidupan keluarga yang bahagia, termasuk agar apabila merasa hamil, minimal selama masa hamil berkunjung empat kali ke Posyandu. Kepada pengantin baru itu, apabila sebelum menikah belum sempat melakukan pemeriksaan kesehatan, perlu segera dilakukan pemeriksaan oleh dokter atau bidan tentang kondisi reproduksinya. Kalau perlu diberikan petunjuk detail tentang makanan bergizi agar siap untuk hamil.
Keenam, para PLKB dan Relawan Posyandu perlu berkenalan dan mengunjungi Pengantin Baru tersebut dalam suasana bersama keluarga membawa undangan untuk akrab dengan Posyandu. Dalam pertemuan yang akrab dengan pengantin baru itu, pasangan muda, diundang untuk bergabung dalam kelompok pasangan baru, sekaligus dijadikan target KB yang utama. Diceritakan bahwa kelompok ini memberi peningkatan pengetahuan tentang delapan fungsi keluarga, utamanya Kesehatan, Pendidikan dan Wirausaha sehingga pengantin baru memperoleh pengetahuan luas.
Ketujuh, apabila suami yang baru belum melakukan pemeriksaan medis, dianjurkan suami muda melakukan pemeriksaan kesehatan ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat guna mengetahui segala sesuatu tentang latar belakang kesehatannya, termasuk kualitas sperma agar dapat diberikan nasehat yang dianggap perlu.
Kedelapan, karena ada keluarga yang baru maka seluruh anggota keluarga, kalau tinggal dalam satu rumah, dianjurkan agar memberikan prioritas makan yang bergizi kepada ibu muda yang baru menikah agar siap hamil yang pertama. Apabila ibu muda di bawah usia 19 tahun, dianjurkan menunda kehamilan anak pertama agar ibu muda cukup dewasa untuk hamil, melahirkan anak sehat, menyusui dengan penuh dan mengantar bayinya tumbuh kembang dengan baik.
Kesembilan, kalau sudah hamil dan melahirkan anak, maka keluarga muda itu harus rajin berkunjung ke Posyandu untuk menimbang bayi dan mendapat petunjuk tentanhg tumbuh kembang bayi dan anaknya dengan baik.
Semoga bisa segera kita kenali risiko yang dimiliki ibu muda agar tidak memiliki anak kurang gizi yang bisa menjurus ke kondisi stunting karena terlambat, semata menunggu kondisi kesehatan yang biasanya tidak menjadi prioritas utama dari keluarga di Indonesia, terutama di Desa.