Kenangan Indah Makan Steak di Kota Chicago

uc1.jpg

Menjelang akhir bulan Agustus seperti sekarang ini, ingatan kami akan hari-hari indah bersama istri tercinta Almarhumah Astuty Haryono meningkat tajam. Pada akhir bulan Agustus 1971, setelah selama musim Summer tahun itu kami mendapat kerja sambilan sebagai Asisten Riset dan Asisten Pengajar untuk kegiatan Summer Workshop yang diikuti sekitar 50 negara, keadaan rumah tangga kami di Chicago bertambah baik. Bea siswa kami yang biasanya hanya sekitar US$ 300.00 dengan tambahan sebagai Asisten Riset, pada bulan Juli sampai akhir Agustus bertambah lagi dengan jabatan baru sebagai Asisten Pengajar untuk kegiatan Workshop KB Internasional yang lumayan. Kami berunding dengan istri untuk mengadakan “Peringatan Ulang Tahun Perkawinan” dengan pergi ke  “bagian kota” Chicago berkunjung ke salah satu restoran dan makan steak yang biasanya hanya sebagai impian saja. Tadinya kami akan ajak Bapak Sofyan Awal satu-satunya keluarga Indonesia yang tinggal sekitar satu jam dari tempat tinggal kami di Kampus Universitas. Tapi kami batalkan takut kami nanti tidak nyaman karena biasanya kami selalu dibayari kalau makan bersama.

uc2.jpg

Karena belum mulai kuliah lagi, sejak siang kami sudah siap dan dengan menggunakan kereta Kampus ke Kota Chicago kami siap untuk keliling di kota, jalan-jalan ke luar masuk Mall dan “window shoping” melihat segala macam barang yang murah dan sangat mahal sambil membayangkan apakah nanti kalau sudah jadi doktor bisa beli barang yang sangat menarik tersebut. Sambil jalan-jalan kami teringat anak-anak di rumah biarpun belum tahu kapan pulang, Ibu Astuty yang katanya punya uang ekstra mulai beli baju untuk anak-anaknya. Saya gamit mesra istri tercinta, ati-ati jangan-jangan tidak jadi makan steak seperti sudah lama diimpikan. Sambil ketawa, istri sebagai anggota “Keluarga yang miskin”, biarpun di Jakarta suaminya “seorang pejabat”, sambil senyum berkata secara optimis “jangan kawatir, uang kita cukup untuk makan steak”. Suka duka sebagai “keluarga miskin” di Negara yang sangat maju.

Menjelang waktu makan kami mulai melihat Restoran dengan menu steak. Kami amati satu demi satu pasangan Menu Aneka Makanan seperti kebiasaan orang Amerika kalau mau ke Restoran. Mereka melihat Menu dan  harga steak dari berbagai jenis atau fasilitas lainnya. Akhirnya kami temukan suatu Restoran yang cukup besar dan seperti hampir semua Restoran, memajang Daftar Menu lengkap agar para nasabah tahu apa yang disajikan. Secara hati-hati kami berdua membaca Menu dan memperkirakan apakah sanggup makan steak dan minum serta mampu membayarnya. Dalam hati, kami mulai merasa bangga bahwa sebagai mahasiswa kami makan di Restoran yang cukup bergengsi di bagian kota Chicago yang merupakan kota terbesar kedua sesudah kota New York. Terbayang “kalau sudah menjadi pejabat” kami akan lebih “bergengsi” makan di Restoran yang sama.

Setelah tahu pilihan jenis steak yang dipilih, kami segera masuk dan dengan ramah seorang pelayan mempersilahkan kami duduk dan diberi daftar makanan seperti yang kami lihat dipajangkan diluar pagar Restoran. Kami segera menunjuk nama steak yang ditawarkan dan berkata minumannya Coca Cola sebagai minuman pilihan mahasiswa di kala itu. Tidak terlalu lama kami mendapatkan pesanan kami. Sungguh Restoran yang memenuhi harapan penggemarnya yang senyum-senyum karena arai itu kami “makan besar” merayakan Hari Pernikahan kami tanggal 30 Agustus 1971 di Restoran Bergengsi di Kota Metroplolitan Chicago yang sangat besar.

Setelah selesai makan, dengan rasa bangga Ibu Astuty membayar slip yang disodorkan oleh pelayan dengan uang cash, karena kami tidak punya kredit card, berbeda dengan sebelah menyebelah kami yang menyodorkan kartu kredit. Maklum kami dari Negara Besar yang sedang berkembang. Setelah itu kita keluar, biasanya mereka yang makan di Restoran tersebut menuju tempat Parkir karena datang dengan membawa mobil. Kami menuju ke Stasiun kereta terdekat kembali ke kampus Universitas Chicago.

uc4.jpg

Sambil memenuhi rasa rindu kepada anak-anak di Jakarta, malam itu hati kami berdua merasa sangat sejuk. Apalagi pagi harinya kami mendapat apresiasi dari Guru Besar Pembimbing bahwa akhir bulan Desember alau kalau sudah merasa siap boleh menempuh “Ujian Komprehensip” sebagai bukti bahwa kuliah untuk Doktor sudah selesai. Kalau lulus ujian komprehensip, kami diwajibkan melakukan berbagai Seminar tentang Rancangan Riset dan Disertasi yang perlu mendapat dukungan beberapa dosen dan teman sejawat. Suatu kehormatan karena cita-cita sudah ada di depan mata serta mendapat dukungan sangat luas. Sebelum tidur kami berdoa dengan khusuk dengan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar studi kami cepat selesai dan kembali ke tanah air membangun bangsa tercinta. Aamiin YRA.

Haryono SuyonoComment