Bersahabat dengan Perdana Menteri Vietnam
Pada masa pemerintahan pak Harto, kami merasa sangat terhormat mendapat kesempatan bersahabat dengan Perdana Menteri Vietnam Vo Van Kiet dan isterinya, seorang wanita muda Vietnam yang langsing dan cantik. Awal persahabatan itu di mulai dengan kunjungan Delegasi para dokter senior dan pekerja lapangan KB dari Vietnam meninjau kegiatan KB di Indonesia. Seperti kunjungan suatu Delegasi, mereka tidak kita bawa ke klinik-klinik, tetapi karena pada tahun 1980-an kita sedang gencar melaksanakan pendekatan masyarakat, maka mereka kita bawa ke desa-desa dan bertemu langsung dengan rakyat biasa di desa-desa. Para dokter khususnya dan tenaga pembantunya terkejut, dan merasa mendapat cara baru yang sangat berbeda dengan cara lama yang mereka pelajari dari masyarakat Barat yang selama ini ikut menganjurkan agar Vietnam ikut mengembangkan program KB.
Sesampai kembali di Vietnam rupanya rombongan melapor lengkap kepada Menteri Kesehatan yang bertanggung jawab untuk program KB, termasuk adanya BKKBN yang berdiri di luar Departemen Kesehatan dan pendekatan Masyarakat yang kompak mengusahakan agar rakyat ikut KB dalam gerakan masyarakat mirip gerakan rakyat Vietnam melawan Amerika di Vietnam di masa lalu. Menteri Kesehatan kagum dan melapor kepada Perdana Menteri Vo Van Kiet, yang spontan mengajak Menteri Kesehatan untuk langsung ke Indonesia bertemu dengan Presiden HM Soeharto.
Maka Perdana Menteri dan Menteri Kesehatan Vietnam berkunjung ke Indonesia. Sebelum meninjau beberapa desa, beliau langsung kami antar menghadap Presiden HM Soeharto di Istana. Dalam pembicaraan dengan Presiden beliau sangat mengagumi laporan staf beliau yang telah berkunjung program KB melalui gerakan masyarakat memperkenalkan KB di desa dan spontan ingin meniru dan belajar dari Indonesia. Dengan serius beliau langsung memohon agar Dr. Haryono Suyono yang sedang memangku jabatan Kepala BKKBN dipinjamkan untuk menjadi konsultan di Vietnam memberikan ilmunya tentang gerakan masyarakat KB dengan mengajak rakyat berpartisipasi langsung.
Dengan senyumnya yang khas Presiden menanggapi permintaan spontan Perdana Menteri itu bahwa Haryono sedang getol menangani upaya membangun rakyat di Indonesia menangani KB dengan model baru dan pak Harto menjanjikan bahwa Haryono bisa ke Hanoi tetapi tidak menetap hanya sekali datang dengan staf tetapi dianjurkan agar lebih baik para dokter Vietnam dan pekerja senior datang ke Indonesia melihat yang baik dan membuang yang belum sempurna sehingga dengan mudah bisa mengambil yang terbaik apa saja untuk lebih lanjut dikembangkan di Vietnam. Gagasan itu disetujui, dan selanjutnya kami di tugasi mengawal kunjungan PM Vietnam ke desa-desa bersama rombongan. Dengan tekun di desa Perdana Menteri mempelajari dengan sungguh-sungguh, termasuk Organisasi BKKBN yang bertugas mengkoordinasikan kegiatan berbagai aparat Departemen dan Lembaga masyarakat luas.
Setelah berkunjung ke Indonesia, Vietnam langsung membentuk semacam BKKBN dan sejak itu kami menjadi sangat bersahabat dengan Vietnam. Tetapi mereka jauh lebih dinamis, dan memiliki jumlah dokter peninggalan penjajah yang lebih banyak dari jumlah dokter yang ditinggalkan penjajah di Indonesia. Pada waktu kami datang dengan rombongan mau membantu pelatihan di Vietnam, segala sesuatu, termasuk BKKBN-nya sudah siap, sehingga struktur dan manajemen pengaturan operasional sungguh sudah sangat mirip dengan yang ada di Indonesia. Rombongan kami tinggal mengiakan saja rancangan gerakan operasional yang telah mereka siapkan. Sejak kami datang, PM dan isterinya selalu menemani kami dan rombongan “makan pagi” dengan sangat “humble” di hotel kami menginap.
Pada suatu kesempatan makan pagi, Perdana Menteri menanyakan bagaimana Pak Harto menjadi Pemimpin KB di Indonesia, tetapi kami jawab bahwa saya bukan pak Harto, tetapi kami akan sampaikan bagaimana intepretasi kami terhadap kepemimpinan pak Harto. Beliau mendengarkan dan mencatat semua keterangan dengan teliti. Perdana Menteri meminta ijin akan menggunakan “gaya pak Harto” tersebut dalam memberi arah kepada “Kepala BKKBN” dan Menteri Kesehatan Vietnam dalam kegiatan di lapangan.
Beberapa bulan setelah kedatangan kami di Vietnam dan mereka mengirim utusan meninjau kegiatan di Indonesia, mereka mengabarkan bahwa BKKBN-nya giat sekali mengulang pengalaman Indonesia, kami diundang lagi ke Hanoi. Sesampai di Hanoi mendapat kabar bahwa sesungguhnya PM akan menemui kami tetapi mendadak ada acara ke daerah, sehingga kami mengikuti beberapa acara pertemuan bersama Kepala BKKBN Vietnam dan Menteri Kesehatan Vietnam. Pagi hari berikutnya Resepsionis Hotel menyampaikan adanya panggilan tipon dari Perdana Menteri. Rupanya beliau sore hari sekembali dari kunjungan ke daerah melihat televisi bahwa kami ada acara dengan Kepala BKKBN Vietnam dan Menteri Kesehatan. Kami diminta segera ke Kantor PM untuk “makan pagi” bersama beliau sekarang juga karena segara setelah makan pagi beliau akan memimpin Sidang Kabinet. Dengan bergegas kami menuju Kantor Perdana Menteri bersama staf, tanpa Duta Besar. Begitu Dubes RI sampai di Hotel untuk makan pagi bersama, langsung segera menyusul ke Kantor PM untuk makan pagi bersama.
Makan pagi yang mestinya selesai dalam waktu setengah jam berlangsung lebih dari “dua jam” karena beliau ingin mendapatkan “kuliah lanjutan” guna mendapatkan bahan untuk merangsang kemajuan yang lebih cepat dalam akselerasi program KB di Vietnam. Betul saja, kalau Indonesia memerlukan waktu lebih sepuluh tahun untuk persiapan akselerasi program pendekatan kemasyarakatan, dalam waktu singkat ngka kelahiran rata-rata perempuan Vietnam menurun drastis dari empat menjadi 1,9 anak per keluarga, karena tingkat kesertaan KB di Vietnam melejit dengan cepat mendekati kesertaan KB di Indonesia. Persahabatan rupanya telah menjadikan kegiatan program KB dengan partisipasi sangat tinggi dari masyarakat lebih mudah diterima dibandingkan dibandingkan “pendekatan murni kesehatan” yang oleh “sebagian kalangan” dianggap “memperlakukan ibu usia subur sehat” seakan “seperti ibu sakit” yang harus “datang ke rumah sakit” untuk mendapat perawatan atau pemeriksaan medis, sepertinya diperlakukan “sebagai orang sakit” yang perlu pengobatan. Bukan sebagai “orang sehat” yang dibantu pemeliharaan kesehatan agar tetap sehat, menikah dengan aman, mengandung dan melahirkan anak dengan mudah dan selamat. Berkat kerja sama itu, biarpun relatif baru, program KB Vietnam maju pesat dan sejajar dengan program yang telah lama dimulai berkat komitmen yang tinggi, infrastruktur yang sempurna dan partisipasi masyarakat yang sangat tinggi dan lestari.