Bumdes membangun Desa dan Masyarakatnya-

tenun.jpg

Dewasa ini di banyak desa mulai di bangun Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) setelah selama empat tahun pertama Dana Desa yang digulirkan pemerintah di pergunakan untuk membangun infrastruktur seperti jalan, jemba tan dan memenuhi kebutuhan sosial kesehatan masyarakat luas. Pengembangan Bumdes tersebut menjadi salah satu program strategis pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat di perdesaan.

Salah satu desa di pedalaman Kalimantan Barat, yakni Desa Ensaid Panjang, Kecamatan Kelam Permai Kabupaten Sintang. Menurut Kepala Desa Ensaid Panjang, Fransisco Heri, dana desa yang diterima dialokasikan guna membangun BUMDes.

Di desa yang merupakan kawasan hutan seluas 22 km persegi ini, terdapat dua bidang usaha yang dikelola BUMDes, yaitu pertanian dan tenun ikat. Khususnya tenun ikat, menurut Fransisco, sangat membantu perekonomian kaum ibu sekaligus meningkatkan gairah untuk melestarikan kerajinan kain tenun ikat khas Suku Dayak.

"Pada 2018 lalu anggaran BUMDes sekitar Rp 60 juta, dan tahun 2019 ini alokasi dana tahap I ada Rp 20 juta. Dengan adanya dana desa dan dibentuk BUMDes ini, salah satunya pengelolaan tenun ikat, membuat perekonomian ibu-ibu di rumah betang meningkatkan pendapatannya," ujar Fransisco. Ke depan, lanjut Fransisco, kerajinan kain tenun yang digeluti kaum ibu-ibu di desa tersebut akan semakin dikembangkan seperti dimodifikasi dengan membuat tas, baju dan lain sebagainya.

Ketua Bidang Tenun Ikat BUMDes Ensaid Panjang, Lusiah (38) yang juga salah satu penenun kain tenun ikat mengakui dampak positif dari peranan BUMDes. Setelah ada BUMDes, sabanyak 57 ibu-ibu di Rumah Betang yang menjadi sentra tenun di desa tersebut bisa menjual produknya dengan mudah.

"Dampak dana desa terhadap kaum perempuan khususnya di ensaid panjang itu sangat-sangat penting. Ada 57 ibu-ibu di sini yang bisa bermanfaat dan merasa terbantu adanya BUMDes, dan bisa menyekolahkan anak-anak kami di sini, bahkan hingga tamat ke perguruan tinggi," ujarnya. Diakui Lusiah, sebelum adanya BUMDes, para ibu-ibu sangat kesulitan memasarkan kain tenun ikat. Sudah berbulan-bulan dikerjakan hingga selesai, ditambah lagi dengan tidak adanya kepastian pembeli yang datang. Dengan begitu, mereka harus pergi ke kota untuk menjual produk tersebut, seperti ke tempat penjualan oleh-oleh. Setiap 3 bulan sekali, para pengurus BUMDes selalu melakukan evaluasi dan pembukuan. Hasilnya, dengan peranan BUMDes dalam mengelola usaha kain tenun ikat yang dilakukan oleh para ibu-ibu di Rumah Betang Ensaid Panjang tersebut, mereka bisa menghasilkan omzet hingga Rp 3 juta per bulan.

Haryono SuyonoComment