Traveler Tic Talk: Taksi Bandara Manila

“Life is not measured by the number of breath we take, but by the places and moments that take our breath away (Anonymous, from the book: 1,000 Places to see before you die. Patricia Schulz, 2010) 

Keluar melalui pintu kedatangan Ninoy Aquino International Airport Manila. Sudah dipesankan oleh seorang teman di Jakarta, ke hotel dari Bandara Manila naik taksi saja. Tiba-tiba ada seseorang dengan memakai baju seragam Bandara menghampiri, apakah perlu taksi? katanya. Saya bilang iya. Dia menawarkan transportasi resmi Airport. Aman dan nyaman, katanya. Waktu ia tanya nama hotel tempat saya menginap di kawasan Makati, ia mengajukan harga 800 peso. Mahal ya. Saya jadi ragu.

Kata orang itu, dalam Bahasa Inggris yang baik, nanti akan diantar ke supir, sambil menunjukkan name tag nya yang dipasang di dada, “I am an officer”, katanya, mencoba meyakinkan saya. Saya lihat ada beberapa mobil sejenis Van berwarna putih, seperti yang ditunjukkannya, seperti mobil kijang baru, atau CRV dan sejenisnya, merek mobilnya tidak terlalu kelihatan.

Namun saya teringat pesan teman saya, dari bandara Manila cukup naik taksi resmi berargo, berwarna kuning. Sebenarnya ada taksi yang berwarna putih juga, konon  lebih murah, namun teman saya menyarankan yang berwarna kuning saja, lebih terpercaya. Kemudian saya bilang ke petugas itu, mau naik taksi berargo saja. Ia Nampak kecewa.

Jalan sedikit ke luar, maka saya temukan antrian taksi berwarna kuning. Saya pun naik taksi. Hotel tempat menginap yaitu AIM Conference Hotel, berlokasi di kampus Asian Institute of Management (AIM) di kawasan Makati, lembaga pendidikan manajemen dengan tingkatan master. Hotel tersebut  biasa digunakan oleh para mahasiswa tingkat master dari berbagai pelosok dunia yang mengambil kuliah di AIM  Manila. Dulu AIM sempat sangat popular, banyak eksekutif puncak kita mengambil studi lanjut S2 bidang Manajemen di sana. Sekarang tidak seperti dulu lagi. AIM seperti kalah bersaing dengan perguruan tinggi manajemen lainnya, yang menwarkan value lebih, seperti di Singapura, Hong Kong, bahkan Malaysia. Saya sendiri di AIM menghadiri konferensi internasional satu hari.

Di jalan supir taksi ngajak ngobrol, bahasa Inggrisnya baik sekali, Ini kelebihan orang-orang Philipina. Jalanan agak macet, merayap,  tidak beda dengan Jakarta. Ternyata lokasi hotel tidak terlalu jauh dari bandara. Sopir taksi bilang, karena kondisi macet, minta pengertian saya untuk menambahkan sedikit dari biaya argo. Ia menyampaikannya dengan sopan. Sayapun mengiyakan, tidak apa-apa.

Waktu sampai argo hanya menunjukkan 225 peso. Dibanding penawaran dari petugas bandara (tidak tahu resmi atau tidak/palsu) harganya jauh sekali. Untung pakai taksi, Untung saya masih mendengar saran  teman saya.

Aya-aya wae, kata orang Sunda (ada-ada saja)…

 Aam Bastaman (Univ. Trilogi). Penulis dan traveler. Kumpulan tulisannya  mengenai pelancongan dijadikan buku serial,  berjudul: Traveler Tic Talk.

Taxi Manila Airport2.jpg
Aam BastamanComment