Refleksi: Belajar Hidup Sederhana dari Orang Super Kaya
Anjuran hidup sederhana sudah banyak dilakukan, bahkan sejak era Pak Harto menjadi presiden. Namun anjuran tinggal anjuran, dalam keseharian perilaku hidup sederhana seolah tidak populer. Perilaku hidup sederhana justru sering ditunjukkan oleh sebagian orang super kaya. Barangkali bagi mereka kekayaan bukan lagi untuk mendapatkan pengakuan. Tapi bagaimana hidup nyaman, namun bermanfaat bagi orang lain dengan kekayaan yang dimilikinya, tanpa kemaruk karena menjadi orang super kaya. Kekayaan adalah tanggung jawab.
Banyak orang super kaya yang hidupnya sederhana, tapi justru orang kaya yang tanggung atau kaya kebanyakan sulit kita temui melakukan pola hidup sederhana. Hidup sederhana bagi mereka mungkin tampak asing, mengingat begitu banyak fasilitas, akses, dan uang yang mereka miliki. Sebagian suka menonjolkan kehidupan mewahnya. Konsep hidup sederhana bagi kelompok kaya tanggung ini seolah tidak dapat mereka terima, karena buat apa? Kalau mereka punya semuanya? Menikmatinya dan bisa pamer kekayaan pada orang kebanyakan.
Paling yang banyak dilakukan adalah kamuflase, mengikuti dan meramaikan slogan hidup sederana, kalau pola hidupnya sendiri jauh dari sederhana, hanya slogan semata. Banyak orang kaya tanggung yang mengoleksi mobil mewah, rumah mewah, jam tangan mewah, tas mewah, sepatu mewah, aneka perhiasan mewah, koleksi barang-barang antik mahal, barang-barang mewah, sering pesta mewah serta hidup mewah.
Tapi lihatlah Bill Gate, seorang super kaya dunia, ia bahkan menyatakan tidak akan mewariskan kekayaannya bagi anak-anaknya. Sebagian besar akan disumbangkan pada yayasan-yayasan sosial, untuk kepentingan manusia lain, setelah ia meninggal. Hidupnya pun biasa saja. Ia bukan kolektor mobil mewah, karena mobil yang dipakainya juga bukan mobil untuk level pemilik kekayaan ratusan trilyun rupiah. Demikian juga rumahnya. Ia bahkan semakin aktif di yayasan sosial yang ia bangun bersama istrinya - Melinda Gates.
Orang super kaya lain, Warren Buffet, sang jenius bisnis saham. Ia juga demikian, mobil dan rumahnya tidak menunjukkan bahwa pemiliknya merupakan orang super kaya dunia. Ia hidup biasa-bisa saja. Kebiasaan menabung dan investasi ia lakukan terus, tapi semakin aktif melakukan derma untuk kegiatan kegiatan amal, menjadi seorang filantropis, termasuk melakukan derma pada yayasan Bill dan Melinda Gates sendiri. Banyak orang super kaya lain dari berbagai penjuru dunia yang hidup sederhana, yang tidak bisa dituliskan disini.
Di Indonesia alhamdulillah ada juga orang super kaya yang tidak memamerkan kekayaannya secara menyolok. Media banyak memberitakan kehidupan salah seorang cucu pemilik Gudang Garam, orang terkaya di Indonesia. Ia hidup biasa-biasa saja. Barangkali bisa jadi rujukan orang kaya tanggung atau orang kaya kebanyakan untuk melakukan hidup sederhana.
Saya jadi teringat sewaktu masih bekerja di sebuah perusahaan multi nasional di Jakarta, ternyata mayoritas pemilik sahamnya adalah seorang konglomerat nasional asal Solo. Ia kalau datang ke kantor menyetir sendiri dengan mobil Kijangnya. Waktu itu sekitar tahun 1992-an. Dengan pakaian kemeja biasa tanpa dasi. Ternyata dengan bersikap biasa-biasa saja orang tahu siapa dia – sang pemilik perusahaan. Padahal banyak direktur menggunakan mobil mewah sekelas BMW plus supir, dengan gaya pakaian jas plus dasi.
Kalau para profesional setingkat direktur atau senior manajer yang kaya tanggung mungkin butuh pengakuan, karena suksesnya terbatas dan bergantung. Penampilan jadi perhatian, juga apa-apa yang dipakai dan dkonsumsi. Kalau perlu dipamerkan pada orang untuk mendapatkan pengakuan dan menunjukkan ia sukses. Tapi sang pemilik? Sangat low pprofile dan sederhana.
Jadi memang beda antara yang sudah merasa cukup serta tidak memerlukan pengakuan lagi karena sudah merasa nyaman dengan dirinya sendiri, dengan mereka yang membutuhkan pengakuan, yang menginginkan orang tahu ia sukses. Ini barangkali yang disebut sindrom orang kaya baru. Memiliki (baca: kaya) menjadi beban karena perlu pengakuan. Orang seperti ini tampaknya sulit untuk hidup sederhana, kecuali kelak tersadarkan.
Tapi hidup sederhana bisa dilakukan oleh semua orang. Hidup dengan tidak mengada-ngada, belanja sesuai kebutuhan, konsumsi tidak lebih besar pasak dari pada tiang, tidak pamer kekayaan, serta selalu ingat ada kewajiban terhadap manusia lain dengan kekayaannya. Hidup sederhana juga ditunjukkan dengan perilaku terus menabung dan investasi (tidak konsumtif) sebagai habit, serta bekerja smart, sambil menikmati irama kehidupan. Konon hidup harus disikapi biasa-biasa saja.
Jadi bersikaplah biasa, karena dengan bersikap biasa saja sudah gila, kata orang Belanda.
Aam Bastaman: Berkarya di Universitas Trilogi, Jakarta. Anggota Tim Kerja Lembaga Produktifitas Nasional (LPN).