Dana Desa mengangkat produk kopi lokal
Menurut pelaporan Edhie Nusantara kepada Ketua Tim Pakar Menteri Desa PDTT Haryono Suyono, Desa Oi Bura di Kecamatan Tambora, Nusa Tenggara Barattidak jauh dari ibukota Kabupaten Bima karena bisa ditempuh 30 menit saja. Tetapi Kecamatan Tambora dan Kecamatan Sanggar memiliki keunikan, karena merupakan enklave (daerah kantong), yaitu wilayah yang terpisah dari Kabupaten Bima, dan dikelingi oleh Kabupaten Dompu. Untuk mencapai lokasi, dari Bima terlebih dulu melalui wilayah Kabupaten Dompu, kembali masuk wilayah Kabupatem Bima, lalu wilayah Kecamatan Tambora.
Mulai masuk Desa Oi Bura dari Desa Labuhan Kenanga, desa terakhir di pinggir jalan besar yang ada penyeberangan ke Danau Satonda, harus lewat jalan off road tanah sepanjang sekitar 3 km. “Kami ibaratnya lahir di kolong pohon kopi, tapi dari sejak dulu tidak tahu bagaimana memperlakukan biji kopi dengan benar. Apalagi pemasarannya. Kami dipasrahkan dengan harga ditentukan tengkulak”.
Di masa lalu, bila butuh sesuatu dan tidak punya uang, dengan mudah meminjam uang yang dikenakan bunga. Hal itu sering dialami banyak petani, termasuk petani kopi di Oi Bura. Pada zaman Belanda, terdapat perusahaan yang membuka perkebunan kopi pada tahun 1930-an, yang para pekerjanya didatangkan dari Jawa dan NTT. Sebagian anak turunannya masih menetap sampai saat ini. Kemudian ada pendatang dari Suku Sasak Lombok dan Mbojo dari Bima. Saat ini, ada 340 kepala keluarga atau 1.300 orang tercatat sebagai warga desa Oi Bura. Usaha melepaskan diri dari riba dimulai tahun 2016. Berdasarkan musyawarah seluruh elemen desa, diputuskan untuk mendirikan BUMDesa Tunas Muda dengan modal awal 130 juta. Pada tahun 2017, penyertaan modal ke BUMDes naik menjadi 200 juta. Tujuannya agar hasil panen kopi dihargai. Caranya sederhana, kopi dibeli BUMDes atau petani menitipkan kopi di tempat penyimpanan untuk diolah dengan lebih baik. Setelah itu, barulah kopi dipasarkan dalam skala yang lebih besar, sehingga memiliki daya tawar yang lebih tinggi.
BUMDes membuat alat penjemuran kopi khusus, yang dapat menghasilkan kopi kering sekitar 400kg/bulan. Dengan perlakuan yang benar, standar yang dihasilkan adalah kualitas internasional, yang harga mentah bisa mencapai Rp150ribu/kg. BUMDes juga membeli mesin pemisah biji kopi, yang fungsinya memisah biji kopi menjadi empat tingkatan. Bagian terbaik, kopi dengan biji besar dan utuh, akan dijual sekitar Rp70 ribu/kg. Pelatihan cara memanen kopi dan pengolahan pasca panen mulai didapat ketika ada “festival” kopi di Desa Labuhan Kenanga tahun 2015, yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Bima, bertepatan pula dengan peringatan 200 tahun letusan Gunung Tambora. Pada acara tersebut, datang beberapa barista dari berbagai daerah, terutama Bandung dan Jakarta. Para barista mendapati rasa unik kopi robusta Tambora yang serasa ada rempah-rempahnya. Para barista rupanya bersimpati dan memberikan kursus cara mengolah kopi dengan benar. BUMDes pun memainkan peranan penting untuk bersedia membeli kopi warga dengan harga yang menguntungkan bagi para petani.