Traveler Tic Talk: London Musim Semi
Cuaca agak cerah sewaktu pesawat Cathay Pacific yang saya tumpangi mendarat di Heathrow London. Sudah diingatkan teman teman yang pernah belajar di London Maret itu musim semi, musim yang sebenarnya bagus untuk berkunjung, namun juga harus selalu siap dengan cuaca lebih dingin yang datang tiba tiba dan hujan gerimis....
Terbukti keluar bandara udara terasa dingin, suhu sekitar 9 derajat celcius, dan angin lumayan kencang, memang belum ada apa apanya dibanding suhu sewaku musim dingin yang bisa mencapai dibawah 9 derajat celcius, Bahkan di beberapa tempat bisa dibawah nol derajat cercius.
Tapi musim semi tetap musim yang indah, pohon pohon mulai ditumbuhi dedaunan, tumbuh lebih rindang. Sekali kali matahari memunculkan sinarnya. Kalau lagi baik suhu udara bisa mencapai 12-15 derajat celcius, bagus untuk orang kita. Keindahan musim semi ditambah dengan kebersihan kota dan taman taman yang bisa membikin iri kita. Semua tartata apik. Bangunan bangunan tua, termasuk rumah rumah dan apartemen yang mewarnai kota London terawat baik dan menjadi ciri khas kota, terutama dengan penggunaan bata merah atau warna lainnya tanpa disemen sehingga meninggalkan warna alami bata, yang mengingatkan saya pada kampus Universitas Trilogi di Jakarta.
Jalanan utama kota London terutama kawasan kawasan bisnis dan pariwisata ramai dipenuhi para pekerja dan pengunjung, seperti kawasan Green Park yang dikelilingi beberapa objek wisata penting seperti Istana Buckingham, ataupun Trafalgar Square dimana terdapat gedung National Gallery yang luas. Di jalanan orang orang umumnya menggunakan mantel tebal, bahkan di siang hari. Teman saya dari Polimedia yang sama sama datang menghadiri London Book Festival 2019 tubuhnya bahkan dibalut beberapa lapis baju sebelum diturup jas tebal.
Cuaca betul betul sulit diprediksi kalau tidak minta bantuan ahli. Sesaat udara bersinar agak hangat, namun tiba tiba mendung dan angin kencang sampai turun hujan. Namun cuaca seperti ini tidak menyurutkan masyarakat untuk beraktifitas seperti biasa karena memang sudah menjadi bagian dari hidup mereka di alam sub tropis yang memiliki empat musim.
Salah satu cara yang ditempuh untuk menghangatkan badan adalah berjalan dengan cepat. Berjalan kaki ke lokasi tujuan menjadi cara utama. Sehingga semua orang seperti tergesa gesa. Keadaan alam seperti ini yang menyebabkan masyarakat yang tinggal di iklim sub tropis nampak lebih siap menghadapi perubahan alam, yang terjadi secara bergantian. Mungkin iitu pula yang menyebabkan secara fisik mereka nampak lebih kuat, karena terlatih menghadapi perubahan udara yang selalu terjadi sepanjang tahun.
Agak berbeda dengan masyarakat di daerah tropis seperti kita, yang suka menghindari panas karena akan berkeringat dan kulit menjadi hitam. Berjalanpun tidak perlu cepat cepat. Bisa dipahami kegiatan jalan kaki bukan merupakan kegiatan utama untuk mencapai lokasi tujuan, seperti ke tempat kerja.
Ini juga termasuk pemakaian sepeda. Di negara kita banyak sepeda dipakai hanya untuk olah raga ataupun sebagai hobi yang sekali kali digunakan, bukan untuk aktifitas keseharian, seperti menggunakannya untuk ke tempat kerja. Di London sepeda menjadi salah satu moda transportasi utama, selain angkutan publik, baik bis maupun kereta api yang selain nyaman juga tertata dan terjadwal dengan baik.
Orang orang berdasi dan berjas lengkap biasa terlihat baik di bis maupun di kereta api. Nampak biasa saja. Penggunaan mobil pribadi tidak begitu menyolok, apalagi sepeda motor mungkin hanya satu atau dua yang melanglang di jalanan kota.
Beda lingkungan alam beda pula respon masyarakatnya terhadap perubahan yang diberikan alam. Namun boleh juga kita belajar etos kerja masyarakat maju yang rata rata tinggal di kawasan sub tropis yang memiliki banyak musim, karena terbiasa menghadapi iklim yang selalu berubah dan seringkali kurang bersahabat...
Aam Bastaman, dari London.