Aam Bastaman: Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam

Pada tanggal 25 Februari 2019 di Hotel Aryaduta Jakarta telah dilangsungkan acara sosialisasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Serah  Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI. Acara dihadiri oleh berbagai kalangan termasuk instansi/lembaga pemerintah, Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia (APPTI) dan sejumlah kalangan dari dunia penerbitan, percetakan dan perbukuan.

Apa itu Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam? Karya cetak adalah setiap karya intelektual dan/atau artistik yang diterbitkan dalam bentuk cetak dan diperuntukkan bagi umum. Sedangkan karya rekam adalah setiap karya intelektual dan/atau artistik  yang direkam, baik audio maupun visual dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,  optikal atau sejenisnya  dan diperuntukkan bagi umum. Koleksi Serah Simpan adalah seluruh hasil Karya Cetak dan Karya Rekam yang telah berada dalam pengelolaan Perpustakaan Nasional dan perpustakaan provinsi yang memiliki tugas dan fungsi sebagai perpustakaan deposit.

Selanjutnya, Penerbit adalah orang perorangan, badan usaha, atau badan hukum yang menerbitkan karya cetak yang berada di wilayah negara Republik Indonesia. Kemudian Produsen Karya Rekam adalah orang perseorangan, badan usaha,  atau badan hukum yang menghasilkan Karya Rekam yang berada di wilayah negara Republik Indonesia.

 Undang undang Nomor 13 Tahun 2018 mengatur kewajiban menyerahkan salinan karya cetak dan karya rekam ke pemerintah dalam hal ini Perpustakaan Nasional, untuk didata,  dikoleksi, dikelola dan dilindungi. Undang-undang ini menjadi strategis karena berisi kewajiban bagi penerbit/produsen lembaga maupun perseorangan untuk menyerahkan salinan karya baik cetak maupun karya rekam sehingga kreasi anak bangsa dapat dikoleksi dan dipelihara sekaligus dilindungi.

Karya cetak maupun karya rekam merupakan bukti kemajuan peradaban suatu bangsa karena didalamnya menceritakan secara tertulis dan merekam kejadian-kejadian ataupun karya-karya, pengalaman, kreasi, pemikiran, gagasan, imajinasi, prediksi, pelaksanaan suatu ide dan laporan yang mencerminkan kreatifitas dan hasil karya anak bangsa. Semua itu menjadi terdokumentasikan dengan baik dan dapat disimpan dari generasi ke generasi, baik sebagai dokumentasi kemajuan peradaban karya cetak dan karya rekam maupun sebagai wahana pembelajaran bagi generasi berikutnya.

Gagasan Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam ini bukan sesuau yang baru, karena sebelumnya telah ada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1990 Tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam beserta Peraturan Pemerintahnya, yaitu PP nomor 70 Tahun 1991. Jadi Undang Undang Nomor 13 Tahun 2018 merupakan kelanjutan, penyesuaian atau penyempurnaan dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1990 tentang subjek yang sama.  

Perlunya penyesuaian ini disebabkan pada UU 4 Tahun 1990 tidak ada ketentun yang mengatur mengenai e-book atau publikasi karya dalam bentuk digital, belum diatur juga karya tulis maupun karya rekam warga negara asing (WNA) yang dibuat di Indonesia dan dengn topik mengenai Indonesia, termasuk perlakuan karya WNA di Luar Negeri yang membuat karya mengenai Indonesia atau karya WNA di Indonesia. Juga mengenai sangsi, tidak diatur ketentuan secara jelas.

Pelaksanaan UU No. 4 Tahun 1990 mengenai Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam menurut sumber dari Perpusnas hanya mencapai kurang dari 30 persen. Sebanyak 70 persen karya yang diciptakan anak bangsa (penerbit/produsen, lembaga maupun perseorangan) baik cetak maupun rekam tidak diserahkan ke Perpusnas, sehingga pemerintah sulit melakukan pendataan koleksi, apalagi pengaturan, pengelolaan dan perlindungan. Dengan undang-undang yang baru ini diharapkan siapapun penerbit/produsen baik lembaga maupun perorangan, termasuk karya cetak dan karya rekam lembaga negara dan perguruan tinggi atau penerbit universitas (university press) harus menyerahkan salinan karyanya ke Perpusnas, sehingga dapat dikoleksi dan dikelola dengan baik. Melalui UU No. 13 Tahun 2018 ini semua karya anak bangsa dapat terdokumentasikan dengan baik. Disamping itu dari dokumentasi dan data karya anak bangsa tersebut dapat diketahui  perhitungan banyaknya hasil karya anak bangsa secara tepat.

APPTI sebagai asosiasi university press di Indonesia mendukung pelaksanaan UU No. 13 Tahun 2018 ini, untuk mencapai tujuan dibuatkannya UU ini, yaitu:

  1. Mewujudkan koleksi nasional dan melestarikannya sebagai hasil budaya bangsa dalam rangka menunjang pembangunan melalui pendidikan, penelitian, dan pengembnagan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan

  2. Menyelamatkan Karya Cetak dan Karya Rekam dari ancaman bahaya yang disebabkan oleh alam dan/atau perbuatan manusia.

Semoga karya anak bangsa dapat lebih produktif lagi, untuk berkontribusi kepada peradaban manusia yang lebih mulia.

 

*Aam Bastaman dari Kampus Universitas Trilogi. Sekretaris Jenderal Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia (APPTI)

Aam Bastaman.png
Aam BastamanComment